TABLOIDLUGAS.COM | Samarinda - "Apabila polisi
tidur dibuat masyarakat tidak membahayakan pemakai jalan hukumnya makruh
(bhs. arab=dibenci, red), tetapi kalau sampai membahayakan pemakai jalan hukumnya berubah jadi
haram," ujar Ketua Umum MUI Samarinda KH Mohammad Zaini Na'im.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda Kalimantan Timur menilai polisi tidur yang merupakan peredam kecepatan bisa mencelakai pengguna kendaraan. Itu sebabnya dipertimbangkan untuk mengharamkan pemasangan polisi tidur oleh warga.
Pernyataan MUI itu disandarkan pada dalil hadits Nabi Muhammad SAW bahwa manusia tidak boleh membuat kerusakan di muka bumi, dan wajib tolong menolong serta memudahkan persoalan manusia. Selain itu membuang batu di tengah jalan adalah salah satu cabang iman.
Peraturan soal polisi tidur tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 3 tahun 1994 tentang alat pengendali dan pengaman jalan, karenanya masyarakat sebenarnya tidak diperbolehkan membangun polisi tidur secara asal.
Polisi tidur atau peredam kecepatan memiliki ukuran standard, bentuknya segitiga dengan tinggi puncak maksimal 2 CM dan lebar 14 CM. [L]
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Samarinda Kalimantan Timur menilai polisi tidur yang merupakan peredam kecepatan bisa mencelakai pengguna kendaraan. Itu sebabnya dipertimbangkan untuk mengharamkan pemasangan polisi tidur oleh warga.
Pernyataan MUI itu disandarkan pada dalil hadits Nabi Muhammad SAW bahwa manusia tidak boleh membuat kerusakan di muka bumi, dan wajib tolong menolong serta memudahkan persoalan manusia. Selain itu membuang batu di tengah jalan adalah salah satu cabang iman.
Peraturan soal polisi tidur tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 3 tahun 1994 tentang alat pengendali dan pengaman jalan, karenanya masyarakat sebenarnya tidak diperbolehkan membangun polisi tidur secara asal.
Polisi tidur atau peredam kecepatan memiliki ukuran standard, bentuknya segitiga dengan tinggi puncak maksimal 2 CM dan lebar 14 CM. [L]
Tidak ada komentar