TABLOIDLUGAS.COM | Perumahan - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman
Seluruh Indonesia (DPP Apersi) Eddy Ganefo berharap pemerintah bisa
memberikan solusi untuk pengembang perumahan bersubsidi bagi masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR). Solusi tersebut dibutuhkan untuk mengatasi
persoalan mahalnya harga-harga terkait situasi ekonomi nasional akibat
kenaikan BBM dan depresiasi Rupiah terhadap Dolar AS.
"Misalnya, bentuk-bentuk subsidi yang lebih besar agar rumah yang kami jual ini masih bisa terjangkau oleh mereka (MBR). Selama ini kan yang disubsidi itu berupa PPN, kemudian PPH hanya bayar 1 persen, itu subsidi dari Dirjen Pajak. Kemudian dari Kemenpera kami dapat bunga murah sebanyak 7,25 persen," ujar Eddy.
"Selain itu, pengembang yang memenuhi syarat mendapatkan PSU berkisar Rp 4 jutaan per unit.
Saat ini, kami harapkan adalah tambahan subsidi subsidi uang muka," tambahnya.
Eddy beralasan, masyarakat Indonesia saat ini belum disiplin menabung untuk kebutuhan uang muka rumah. Apabila bisa diberikan subsidi oleh pemerintah, ia menjamin, semakin banyak MBR bisa memiliki rumah dan persoalan backlog perumahan nasional semakin teratasi.
"Banyak sekali MBR bisa mencicil, tapi tidak bisa membayar uang muka, sementara bank sendiri
belum bisa memberikan KPR tanpa uang muka walaupun di aturan Permenpera itu dibolehkan tanpa uang muka untuk pemohon KPR FLPP. Masalahnya, bank pemberi KPR tidak keberatan," kata Eddy.
Ia berharap, permintaan Apersi supaya subsidi uang muka KPR FLPP ini diwujudkan. Hal ini dibutuhkan untuk menambah subsidi bagi MBR menghadapi kenaikan harga rumah.
"Sejauh ini kami masih menunggu usulan kami soal kenaikan harga rumah subsidi dari pemerintah. Seandainya kenaikan ini tidak juga digolkan, kami khawatir, pengembang akan beralih ke perumahan komersil," kata Eddy.
"Namanya pengusaha, tak mungkin kami akan membangun rumah dengan rugi. Kami berharap ada marjin walaupun kecil. Nah, kalau teman-teman sudah beralih ke produk-produk komersil, siapa lagi yang akan membangun rumah bersubsidi?" katanya.
Seperti dikatakan sebelumnya, menurut Eddy, bukan hanya pengembang properti menengah atas yang harus realistis menyikapi fenomena depresiasi Rupiah terhadap Dolar AS saat ini. Sebagai pengembang rumah murah bersubsidi, para pengembang Apersi juga "dihantam" mahalnya harga-harga material.
"Misalnya, bentuk-bentuk subsidi yang lebih besar agar rumah yang kami jual ini masih bisa terjangkau oleh mereka (MBR). Selama ini kan yang disubsidi itu berupa PPN, kemudian PPH hanya bayar 1 persen, itu subsidi dari Dirjen Pajak. Kemudian dari Kemenpera kami dapat bunga murah sebanyak 7,25 persen," ujar Eddy.
"Selain itu, pengembang yang memenuhi syarat mendapatkan PSU berkisar Rp 4 jutaan per unit.
Saat ini, kami harapkan adalah tambahan subsidi subsidi uang muka," tambahnya.
Eddy beralasan, masyarakat Indonesia saat ini belum disiplin menabung untuk kebutuhan uang muka rumah. Apabila bisa diberikan subsidi oleh pemerintah, ia menjamin, semakin banyak MBR bisa memiliki rumah dan persoalan backlog perumahan nasional semakin teratasi.
"Banyak sekali MBR bisa mencicil, tapi tidak bisa membayar uang muka, sementara bank sendiri
belum bisa memberikan KPR tanpa uang muka walaupun di aturan Permenpera itu dibolehkan tanpa uang muka untuk pemohon KPR FLPP. Masalahnya, bank pemberi KPR tidak keberatan," kata Eddy.
Ia berharap, permintaan Apersi supaya subsidi uang muka KPR FLPP ini diwujudkan. Hal ini dibutuhkan untuk menambah subsidi bagi MBR menghadapi kenaikan harga rumah.
"Sejauh ini kami masih menunggu usulan kami soal kenaikan harga rumah subsidi dari pemerintah. Seandainya kenaikan ini tidak juga digolkan, kami khawatir, pengembang akan beralih ke perumahan komersil," kata Eddy.
"Namanya pengusaha, tak mungkin kami akan membangun rumah dengan rugi. Kami berharap ada marjin walaupun kecil. Nah, kalau teman-teman sudah beralih ke produk-produk komersil, siapa lagi yang akan membangun rumah bersubsidi?" katanya.
Seperti dikatakan sebelumnya, menurut Eddy, bukan hanya pengembang properti menengah atas yang harus realistis menyikapi fenomena depresiasi Rupiah terhadap Dolar AS saat ini. Sebagai pengembang rumah murah bersubsidi, para pengembang Apersi juga "dihantam" mahalnya harga-harga material.
"Kita sudah terasa sekali soal naiknya harga material. Tapi, menurut saya, ini baru karena imbas kenaikan BBM, belum dipengaruhi kenaikan Dolar, mungkin sebentar lagi," katanya.
[sumber: kompas]