TABLOIDLUGAS.COM | Jakarta - Dari belasan ribu pejuang asing di Suriah, diperkirakan ada sekitar 50 warga Indonesia yang ambil bagian. Jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah.
Pemuda ini dibesarkan di keluarga berlatar belakang militan dan lulus dari pesantren garis keras. Muhammad Fakhri Ihsani kemudian menuntut ilmu di Pakistan. Panggilan untuk berjihad kemudian tak terhindarkan.
Pemuda berusia 21 tahun itu tidak menyelinap ke Afghanistan atau daerah perbatasan tanpa hukum, seperti dilakukan puluhan penyelinap jihadis asing lainnya. Pihak berwenang Indonesia meyakini, setelah terbang ke Turki , ia dan tiga mahasiswa Indonesia lainnya melakukan perjalanan lewat darat ke Suriah, dan dengan rekan-rekan jihadis dari seluruh dunia, untuk berperang.
Perjalanan mereka pada bulan Agustus lalu menunjukkan kukuhnya niat beberapa orang Indonesia untuk berperang di negara yang menjadi panggung teater baru internasional, Suriah. Di Indonesia, yang mayoritasnya Sunni, konflik Suriah juga turut menyulut semangat melawan Syiah.
"Kita harus belajar dari pengalaman pahit kita di masa lalu," kata Ansyaad Mbai, kepala badan anti teror. "Setiap orang Indonesia bertandang di Suriah perlu diwaspadai. Kita harus mengantisipasi jika suatu saat mereka kembali, mereka akan memiliki kemampuan dan keterampilan baru dalam peperangan."
Ansyaad Mbai dan pejabat anti teror Indonesia lainnya memperkirakan, terdapat sekitar 50 militan Indonesia yang turut melawan rezim Bashar Assad, bersama belasan ribu pejuang asing lainnya. Jumlah tersebut kemungkinan bertambah. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang yang sudah pernah hidup atau menuntut ilmu di Timur Tengah. Perkiraan ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari pihak berwenang Suriah dan investigasi Indonesia di tanah air dan Turki.
Lewat organisasi kemanusiaan
Ada kelompok-kelompok kemanusiaan Indonesia yang dikelola oleh kelompok garis keras atau orang-orang yang terkait jaringan militan Islamis. Mereka disinyalir telah mengumpulkan dana di seluruh Indonesia, dengan sedikit transparansi. Beberapa dari mereka bepergian ke Suriah, di bawah kendali pihak militan, merawat pejuang dan membagi-bagikan dana bantuan kepada warga sipil dan pemerintah daerah.
Sebuah organisasi telah melakukan perjalanan setidaknya delapan kali ke garis depan di wilayah Latakia, yang merupakan basis Nusra Front, sebuah organisasi yang diduga merupakan jaringan al-Qaeda.
Indonesia, meski memiliki lebih banyak penduduk Muslim daripada negara lain, dalam prakteknya disebut-sebut berbeda dari aliran garis keras seperti di Timur Tengah dan Asia Selatan.
Militan Islam memiliki sejarah panjang di Indonesia. Mereka datang kembali ke Indonesia untuk mendapatkan pengikut. [L]
Pemuda ini dibesarkan di keluarga berlatar belakang militan dan lulus dari pesantren garis keras. Muhammad Fakhri Ihsani kemudian menuntut ilmu di Pakistan. Panggilan untuk berjihad kemudian tak terhindarkan.
Pemuda berusia 21 tahun itu tidak menyelinap ke Afghanistan atau daerah perbatasan tanpa hukum, seperti dilakukan puluhan penyelinap jihadis asing lainnya. Pihak berwenang Indonesia meyakini, setelah terbang ke Turki , ia dan tiga mahasiswa Indonesia lainnya melakukan perjalanan lewat darat ke Suriah, dan dengan rekan-rekan jihadis dari seluruh dunia, untuk berperang.
Perjalanan mereka pada bulan Agustus lalu menunjukkan kukuhnya niat beberapa orang Indonesia untuk berperang di negara yang menjadi panggung teater baru internasional, Suriah. Di Indonesia, yang mayoritasnya Sunni, konflik Suriah juga turut menyulut semangat melawan Syiah.
"Kita harus belajar dari pengalaman pahit kita di masa lalu," kata Ansyaad Mbai, kepala badan anti teror. "Setiap orang Indonesia bertandang di Suriah perlu diwaspadai. Kita harus mengantisipasi jika suatu saat mereka kembali, mereka akan memiliki kemampuan dan keterampilan baru dalam peperangan."
Ansyaad Mbai dan pejabat anti teror Indonesia lainnya memperkirakan, terdapat sekitar 50 militan Indonesia yang turut melawan rezim Bashar Assad, bersama belasan ribu pejuang asing lainnya. Jumlah tersebut kemungkinan bertambah. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang yang sudah pernah hidup atau menuntut ilmu di Timur Tengah. Perkiraan ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari pihak berwenang Suriah dan investigasi Indonesia di tanah air dan Turki.
Lewat organisasi kemanusiaan
Ada kelompok-kelompok kemanusiaan Indonesia yang dikelola oleh kelompok garis keras atau orang-orang yang terkait jaringan militan Islamis. Mereka disinyalir telah mengumpulkan dana di seluruh Indonesia, dengan sedikit transparansi. Beberapa dari mereka bepergian ke Suriah, di bawah kendali pihak militan, merawat pejuang dan membagi-bagikan dana bantuan kepada warga sipil dan pemerintah daerah.
Sebuah organisasi telah melakukan perjalanan setidaknya delapan kali ke garis depan di wilayah Latakia, yang merupakan basis Nusra Front, sebuah organisasi yang diduga merupakan jaringan al-Qaeda.
Indonesia, meski memiliki lebih banyak penduduk Muslim daripada negara lain, dalam prakteknya disebut-sebut berbeda dari aliran garis keras seperti di Timur Tengah dan Asia Selatan.
Militan Islam memiliki sejarah panjang di Indonesia. Mereka datang kembali ke Indonesia untuk mendapatkan pengikut. [L]
Tidak ada komentar