LUGAS | Internasional - Dokter dan aktivis asal
Norwegia, Dr. Mads Gilbert dilarang masuk ke Gaza oleh ‘Israel’ ketika
dipanggil kembali untuk membantu Rumah Sakit Al-Shifa. Padahal,
dokumennya lengkap. Gilbert mengatakan kepada Aljazeera bahwa
di pintu penyeberangan Erez, otoritas zionis menganggapnya sebagai
“ancaman keamanan negara”. Setelah bertanya alasan pelarangan masuk,
Gilbert malah diancam ditahan.
Berikut ini wawancara eksklusif Aljazeera
dengan Gilbert tentang kejadian di perbatasan Gaza dan buruknya kondisi
warga di Jalur Gaza sebagaimana diterjemahkan dan diterbitkan laman SahabatAl Aqsha,com
AJ (Aljazeera): Apakah Anda mendapatkan catatan yang menjelaskan bahwa Anda dilarang untuk kembali ke Gaza?
MG: Tidak, sebenarnya,
saya berada di Gaza Juni lalu selama tiga minggu dengan tanda tangan
PBB. PBB juga telah menguruskan multiple entry visa untuk saya, yang
saya ambil lewat tentara ‘Israel’. Visa tersebut berlaku sampai 11
November. Lalu saya masuk ke Gaza dan melakukan pekerjaan saya untuk
PBB, tinggal di sana selama tiga minggu, menulis laporan, kemudian saya
pulang ke rumah saya di Tromco, Norwegia. Saya sedang berada di
helikopter ketika saya menerima telepon dari Gaza. Mereka meminta saya
untuk kembali ke Gaza selama seminggu.
Saya kembali ke Amman melalui Jembatan
Allenby menuju Erez. Saya tunjukkan dokumen saya ke penjaga, kemudian
dia berkata, “Anda tidak boleh masuk”. Saya katakan dokumen saya sudah
lengkap dan penjaga berkata, “Tidak, kami memiliki masalah keamanan
dengan Anda dan saya tidak bisa memberitahu apa masalahnya”.
Lalu saya telepon komandan tugas yang
berada di Erez dan dia memotong pembicaraan saya, lalu berkata, “Kami
mendapat perintah dari atasan dan kami punya masalah keamanan dengan
Anda”. Lalu saya meminta kejelasan apa masalah saya dan dia menjawab,
“Ini bukan urusan Anda dan jika Anda masih keras kepala saya akan
panggil polisi dan menahan Anda”.
Kemudian saya telepon duta besar saya di
Tel Aviv. Urusan diplomatik saya melalui mereka dan menteri urusan luar
negeri saya menelepon mereka dan mereka menjawab, “Tidak ada jalan bagi
dia (Mads Gilbert) untuk masuk”.
Lalu saya kembali ke Norwegia dan
pemerintah Norwegia, menteri urusan luar negeri saya, secara resmi ingin
tahu dan bertanya mengapa mereka hanya menindaklanjuti isu keamanan
dari Shin Bet Mossad.
Yang menarik, kementerian urusan luar
negeri saya memprotes penolakan masuk secara resmi ini. Mereka sudah
meminta ‘Israel’ untuk mengubah penolakan tersebut. Karena, bagaimana
mungkin mereka melarang masuk duta kemanusiaan PBB untuk membantu warga
Palestina yang sedang kesulitan membutuhkan tenaga kesehatan?
AJ: Menurut Anda, apa yang membuat mereka melarang Anda masuk?
MG: Saya rasa karena saya
seorang dokter kulit putih, bermata biru dan berambut putih,
menyampaikan berita yang sebenarnya tentang hasil akhir yang memilukan
dari penyerangan ‘Israel’. Laporan saya membuat warga Palestina yang
dicap sebagai teroris menjadi manusia biasa. Jumlah kematian yang
awalnya hanya segelintir menjadi sekumpulan orang dan cerita tentang
anak kecil, seperti anak saya dan anak Anda.
Saya menulis artikel dan melakukan
penelitian, lalu diterbitkan di The Lancet. Kemudian, saya menulis buku
yang secara naratif “berbahaya” bagi ‘Israel’. Dengan kata lain, tulisan
saya menyinggung ‘Israel’ sebagai penjahatnya.
Saya tidak pernah melakukan kesalahan.
Saya tidak pernah ditangkap ‘Israel’, tidak pernah berbohong kepada
mereka, dan saya selalu mengikuti aturan. Apakah saya melakukan kontak
dengan Hamas? Tentu saja, tentu saya berhubungan dengan pemerintahan
setempat, yang terpilih pada tahun 2006. Ketika saya melakukan misi
kesehatan, di Burma atau Kamboja, saya melapor ke pihak pemerintah
setempat, dalam hal ini di Gaza adalah kementerian kesehatan.
AJ: Bagi dunia luar dan peneliti, apa yang tidak mereka tahu tentang Gaza?
MG: Mereka tidak
tahu kehidupan beberapa juta orang yang telah dikepung selama tujuh
tahun dengan rata-rata penduduk Gaza berumur 17 dan enam tahun. Terdapat
sekitar 1,2 juta anak-anak dan kaum muda yang direnggut haknya untuk
tidak dibom, untuk terbang dengan pesawat karena mereka tidak bisa
keluar Gaza.
Hak mereka untuk bepergian, hak untuk
sarapan dan makan malam yang cukup, semua telah direnggut dengan
mengepung mereka. Mereka tidak tahu betapa mengerikan luka-luka mereka,
yang rakyat Gaza dan anak-anak mereka saksikan langsung.
Karena ini tersembunyi, tersembunyi dalam
kabut hasbara (hasbara adalah bahasa Hebrew yang berarti penjelasan atau
propaganda), dari mesin propaganda ‘Israel’ yang mengatakan: “Oh mereka
hanya teroris, mereka bersembunyi di balik warga sipil dan mereka
menembaki ‘Israel’.” Yang orang tidak tahu adalah ‘Israel’-lah yang
menyerang Gaza. Lalu, Gaza dan warga Palestina yang lain berhak mengusir
mereka (‘Israel’).
Warga yang terjajah berhak untuk mengusir
mereka. Rakyat Gaza juga berhak mengusir dengan senjata. Jadi, jika Anda
lihat jumlah roket Gaza ke ‘Israel’ dan jumlah roket ‘Israel’ ke Gaza,
sangat tidak seimbang.
Dari keseluruhan orang ‘Israel’ yang
terbunuh, sekitar 95% tentara. Yakni, sekitar 66 dari 74 orang yang
terbunuh adalah tentara, empat warga sipil dan satu anak. Akan tetapi,
dari warga Palestina ada sekitar 12.000 luka. Dari jumlah tersebut,
sekitar 3.500 adalah anak di bawah umur 18 tahun.
Ada 2.100 warga terbunuh, termasuk 521
anak-anak di bawah umur 18. Jadi, ini yang tidak diketahui orang banyak
dan tertipu propaganda ‘Israel’. Kebanyakan propaganda ‘Israel’ melalui
media. Jadi, kita harus menyampaikan kenyataan yang terjadi karena orang
baik di seluruh dunia tidak akan menerima ini.
AJ: Apa yang Anda lakukan sekarang jika Anda tidak diperbolehkan masuk?
MG: Kami akan mencoba
jalan lain. Kita harus sabar. Warga Gaza terus bersabar selama tujuh
tahun (dalam kepungan). Ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari
mereka, yakni martabat, kehormatan, dan kesabaran mereka.
AJ: Pengalaman apa saja yang Anda rasakan di sana?
MG: Saya punya anak dan
cucu, dan saya yakin Anda tidak ingin melihat hal ini di dunia yang
sekarang ini. Sekarang semua orang berbicara tentang Boko Haram dan ISIS
memenggal kepala. Saya melihat kepala anak terpenggal di Gaza, saya
punya fotonya.
Saya tidak mau menunjukkan fotonya karena
sangat tidak manusiawi, tapi tidak ada satu pun yang bilang bahwa
‘Israel’ pembunuh anak-anak. Hal ini selalu dialihkan ke orang lain yang
dituduh teroris.
Inilah, yang kita lihat di Gaza, yang kita
sebut negara teroris. Mereka itu mempertahankan diri melawan serangan
penjajah. Bagaimana mungkin di dunia ini, seorang penjajah bertahan dari
rakyat yang mereka jajah sendiri? Sangat tidak masuk akal.
AJ: Menurut Anda, solusi apa yang paling ideal?
MG: Sebagai
seorang dokter, saya akan katakan jangan kirim perban, jangan kirim
banyak obat dan jangan kirimkan peralatan medis. Hentikan pengeboman,
sudahi pengepungan, perlakukan orang Palestina seperti manusia yang
lain, lindungi mereka dengan hukum internasional dan temukan solusi
politik damai untuk Palestina. Itulah obat pencegahan kekacauan yang
terjadi.
[L/Sahid]
Tidak ada komentar