Juru Bicara Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto. (Foto:Humas BNPB/ Dume Harjuti Sinaga)
|
LUGAS | Jakarta - Tes Cepat atau Rapid Test sebagai deteksi dini untuk menentukan skenario perawatan seseorang terkait covid-19 idealnya dilakukan dua kali dengan jangka waktu tujuh hari dari uji pertama. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa yang bersangkutan tidak menderita covid-19 yang menyerang paru-paru.
"Kalau hasil pertama negatif, harus diulang tujuh hari kemudian untuk memastikan bahwa yang bersangkutan benar-benar tidak menderita COVID-19,” terang Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jakarta, Sabtu (28/3).
Sebagaimana diketahui bahwa peralatan tes cepat itu sendiri sudah disebar pemerintah pusat ke pemerintah-pemerintah daerah di Tanah Air.
“Jumlahnya ada sekitar satu juta alat. Pemerintah daerahlah yang mengatur bagaimana penggunaannya,” imbuh Yuri.
Rapid test dilakukan dengan memeriksa darah untuk melihat antibodi yang muncul jika seseorang terserang virus penyerang saluran pernapasan SARS-CoV-2 yang menyebabkan Covid-19.
Namun, jika belum ada gejala, rapid test dapat menunjukkan hasil negatif karena antibodi tersebut belum keluar. Ini disebut dengan hasil 'negatif palsu'.
Dalam jangka waktu satu pekan setelah tes pertama, seandainya positif Covid-19, tubuh sudah mengeluarkan antibodi yang dapat dilihat melalui alat uji cepat. Itulah yang menjadi alasan pemerintah menyarankan agar rapid test dilakukan dua kali.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat hingga Sabtu (28/3), jumlah pasien positif Covid-19 di Indonesia mencapai 1.155 orang.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 59 pasien dinyatakan sembuh dan 102 meninggal dunia. (L)
Agus Wibowo
Kapusdatin dan Komunikasi Kebencanaan BNPB
Tidak ada komentar