LUGAS | Taliabu - Sekembalinya dari reses dan misi kemanusian yaitu membagikan bantuan paket Sembako, Alat pelindung diri (APD) beserta masker ke 71 desa di 8 kecamatan sekabupaten Pulau Taliabu, Muhaimin Syarif (MS) yang juga merupakan Ketua Komisi III DPRD Malut membidangi Energy dan infrastruktur, mengatakan bahwa kunjungan reses yang kedua kalinya ini bukan hanya sekedar misi kemanusiaan dan bersilaturahim dengan masyarakat.
Namun ia juga menampung semua aspirasi masyarakat sepanjang kunjungannya tersebut guna mendalami tentang berbagai permasalahan terutama terkait dengan kelambanan pembangunan di Pulau Taliabu.
Ditemui usai melakukan kunjungan di Desa Loseng Kecamatan Taliabu Timur Selatan, Muhaimin Syarif (MS) mengatakan bahwa banyak permasalahan yang ia temui, "namun ada lima hal pokok dari segi sarana dan prasarana sebagai polemik abadi yang sampai saat ini belum dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah sehingga tak pelak sandingan status Daerah Tertinggal adalah predikat yang pantas diberikan oleh Taliabu untuk saat ini," ujarnya.
Lima permasalahan pokok tersebut yaitu akses jalan, jembatan penghubung, penerangan (listrik), ketersediaan air bersih serta jaringan telekomunikasi.
Persoalan Akses Jalan dan Jembatan
Akses jalan, dikatakan Muhaimin sangat krusial serta masih jauh dari harapan. Apalagi saat ini jalan yang dibangun oleh pemkab yang pantas dilewati dan memiliki unsur kenyamanan pengendara hanya beberapa kilometer saja, yaitu dari Bobong - Talo, yang merupakan akses jalan kearah selatan Ibukota kabupaten.
Sementara akses jalan kearah utara Ibukota hanya bentangan Bobong ke desa Beringin, itupun dibangun dengan anggaran APBD propinsi, selebihnya hanya jalan di dalam kota Bobong dan beberapa kilometer di dua kecamatan yakni Taliabu Selatan - Tabona dan Desa Gela Kecamatan Taliabu Utara. "Jalan sisanya mengisahkan persoalan besar hingga hari ini," ucap Muhaimin gusar.
Muhaimin menganggap selain akses jalan yang belum dapat menyambungkan antara kecamatan satu dengan lainnya, masalah pembebasan lahan juga tak jarang menuai konflik panjang antara pemerintah dan masyarakat pemilik lahan yang terdampak akibat gusuran alat berat pihak ketiga, yang mana hingga hari ini belum juga tuntas dan terselesaikan oleh Pemda Kabupaten Pulau Taliabu.
"Hal ini perlu adanya sinergi dari semua stakeholder - para pihak berkepentingan, baik pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten Taliabu untuk menggenjot sarana dan prasarana khususnya pembangunan jalan lingkar yang ada di Taliabu," ujar Muhaimin mengurai masalah.
"Saya sarankan sebagai langkah percepatan akses jalan lintas Taliabu, Pemerintah Kabupaten harusnya serius berkoordinasi intens dengan Propinsi sehingga tercipta sinergi yang baik dan sebagai perpanjangan tangan pemerintahan pusat di daerah untuk mendapatkan solusi sehingga kami pun sebagai wakil rakyat di propinsi dapat mengawal kebijakan itu," kata Muhaimin.
Lanjut Muhaimin, "karena sejauh yang saya lihat tidak ada koordinasi atau langkah serius pemerintah kabupaten Taliabu untuk melucuti sebagian ruas jalan yang dipandang sulit untuk dibiayai oleh APBD kabupaten karna keterbatasan anggaran."
Padahal, demikian kata Muhaimin, jika Pemda Taliabu dapat menyajikan data secara kompatibel dan benar maka tentu pemerintah propinsi juga akan menjadikan pertimbangan sebagai kebijakan pembangunan yang berkelanjutan.
Ia juga menekankan bahwa semestinya pembangunan di Taliabu tidak hanya dijadikan gerak musiman atau sebagai ajang kampanye pada saat momen politik saja.
"Pemerintah rata-rata menggenjot pembangun hanya pada saat momentum politik ada dimana ketika ada kompetisi politik maka seolah-olah pembangunan akan berjalan saat itu juga dan tidak akan berhenti dimana alat -alat berat diturunkan dalam jumlah banyak pada tempat-tempat yang memiliki tingkat kepadatan penduduk lebih besar pada dua belahan wilayah utara maupun selatan Taliabu," ujarnya.
Tetapi, pasca momentum kontestasi politik tersebut maka proyek juga mangkrak dan tak selesai. "Ini fakta yang terjadi akibat ketidakpekaan kita terhadap masalah jalan yang dianggap bukan kebutuhan prioritas dan mendesak, sehingga mirisnya kita tidak bersungguh-sungguh menggenjot penyelesaiannya, padahal usia kabupaten kita sudah 7 (tujuh) tahun sehingga wajar saja jika kita dianggap tidak memiliki kepedulian serius terhadap masalah ini," ungkap Muhaimin ketus.
Ia mencontohkan dua jembatan beton penghubung Kali Balohang di kecamatan Lede dan Jembatan Beton Kali Ndufa di kecamatan Tabona, dimana menurutnya tak lucu dan memalukan melihat rakyat swadaya serta gotong-royong membangun jembatan tersebut.
Sebagai mitra pemerintah ia merasa sedih dan malu menyikapi hal ini, "kita mempunyai anggaran yang menurut saya cukup untuk membangun puluhan jembatan bahkan ratusan jika kita tidak apatis dan benar-benar peduli terhadap problem yang ada. Tetapi justru sebaliknya kita lebih cenderung membuang-buang anggaran pada faktor yang tidak urgen dan prioritas, kita lebih senang mendatangkan artis dengan biaya ratusan juta berulang-ulang kali yang jika diakumulasikan telah mencapai milyaran rupiah dibanding membangun jembatan dengan biaya 300 sampai 400 juta saja," ujar Muhaimin prihatin sekaligus geram.
"Saya sendiri malu melewati jembatan itu, harus malu karena akses jembatan itu dibangun oleh masyarakat. Tidak lucu dan miris melihat masyarakat harus bahu-membahu membuat jembatan mereka sendiri karena ketidakmampuan pemerintah dalam menangani permasalahan seperti ini," sindir Muhaimin.
Persoalan Air Bersih
Masalah lain yang tak kalah serius menurutnya yaitu ketersediaan air bersih dimana sampai hari ini terdapat beberapa desa yang kekurangan air layak konsumsi akibat minimnya sarana dan prasaran yang disediakan pemerintah dalam menjangkau dan menyediakan kebutuhan air tersebut.
"Ada tiga desa yang hampir tidak bisa dikonsumsi airnya yaitu desa Lohobobah, Limbo dan Pancuran. Namun Alhamdulillah Pemerintah melalui APBN telah membuat jaringan air bersih dari Pulau Besar ke Pulau Limbo yang sekarang sudah bisa dinikmati oleh masyarakat Limbo dan Lahobobah, meskipun di tempat lain masih diharapkan oleh masyarakat," ujar Muhaimin
Persoalan Penerangan (Listrik)
Ketua Komisi III DPRD Malut yang membidangi Energi dan infrastruktur ini menilai bahwa permasalah listrik juga menjadi salah satu hal yang sangat krusial, mengingat penerangan yang di programkan oleh Presiden Joko Widodo tentang Indonesia Terang masih sangat jauh dari harapan terkhusus di Taliabu.
Mangkraknya proyek Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi salah satu indikator tentang ketidakseriusan pemerintah dalam menggenjot pembangunan sarana penerangan di Taliabu.
Ia mencontohkan beberapa proyek PLTD mangkrak yang terjadi di beberapa desa, diantaranya Dege Kecamatan Taliabu Utara, desa Samuya Kecamatan Taliabu Timur serta desa-desa lain baik yang di sebelah utara mauapun selatan Taliabu yang tak kalah memprihatinkan.
Muhaimin menyoroti proyek PLTD yang bernilai milyaran rupiah ini terkesan tidak sesuai dengan fisik yang terlihat dan tak kunjung diselesaikan.
"Misalnya untuk proyek PLTD Samuya yang bernilai Rp 4.051.023.000; hanya nampak terlihat 3 bangunan bersekat gedung dan tanpa atap serta sebagian sudah rusak. Dan Proyek yang berada di desa Dege yang sudah dua kali proyek namun tidak dilanjutkan sehingga mesinnya berkarat dan tidak mungkin dapat digunakan lagi.
"Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa sampai hari ini hampir 80% desa di Taliabu ini terang tapi dengan mesin mesin engkol yang dibeli sendiri oleh rakyat sebagai penerangan di rumah mereka dan untuk anak-anak mereka belajar malam hari. Ingat kita telah mekar 18 tahun lalu, dan hanya 71 desa, harusnya tidak sulit jika kita menyikapinya serius, sehingga kalau seperti ini gaya kita dalam upaya menggenjot pembangunan, maka dikhawatirkan program Bapak Jokowi tentang Indonesia Terang hanya akan menjadi mimpi masyarakat Taliabu yang berkepanjangan dan tidak berkesudahan," sindir Muhaimin lagi.
Lanjut Muhaimin mengungkapkan, rata-rata pembangunan jalan maupun listrik hanya sebagai isu pada moment politik bukan tulus sebagai bagian dari keberpihakan serta kepedulian pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat.
"Anehnya di Taliabu setiap musim kampanye ada tiang listrik yang datang, ketika musim kampanye berlalu maka tiang listriknyapun berlalu dan ditinggalkan, berulang-ulang seperti itu sehingga tak heran jika ada tiang listrik lama yang sudah berkarat bahkan ada ratusan-ribuan tumpukan tiang listrik yang berserakan di desa-desa," ujar politisi Partai Gerindra ini.
Ia mencontohkan ada ribuan tumpukan tiang listrik di desa Kilo, di pantai Kawadang yang sudah terbenam oleh pasir, desa Habunuha, desa Galebo, desa Todoli, desa Natangkuning serta desa lainnya yang mana tindakan itu menyia-nyiakan triliunan uang rakyat. "asil dari megaproyek ini seharusnya sudah dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Taliabu sekarang," tegasnya.
"Itulah mengapa walaupun proyek penerangan ini dilakukan setiap tahun namun desa-desa di utara dan selatan tak kunjung juga terang, lampu tak kunjung juga menyala yang ada hanyalah tumpukan tiang berkarat, kabel serta gardu yang rusak," ujar Muhaimin. Lanjut dia, "sehingga rongsokan ini tak jarang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membangun jembatan swadaya. Ini fakta bahkan sekarang ada lagi tiang listrik baru yang datang karena sekarang sudah momen politik," katanya sambil tersenyum masam.
Persoalan Jaringan Telekomunikasi
Masalah yang tak kalah pelik lainnya yaitu jaringan telekomunikasi yang menurutnya menjadi sarana mutlak yang harus ada saat ini dan tidak lagi disepelekan serta dianggap sebagai kebutuhan sekunder.
"Kita sudah tak bisa lagi menganggap telekomunikasi sebagai kebutuhan sekunder, tetapi telekomunikasi adalah hal yang mutlak harus ada, misalnya di masa pandemi saat ini, semua siswa diharuskan belajar dari rumah dengan mengikuti pendidikan online, mirisnya di desa yang tak ada jaringan komunikasi menyulitkan siswa sehingga mereka keluar dari desa mereka demi mencari jejaring online dan kita tidak bisa menafikan itu bahwa Taliabu masih jauh dari harapan," kata Muhaimin mengungkapkan keprihatinannya.
"Alhamdulillah semenjak saya dilantik, saya sudah meminta bantu oleh pak gubernur untuk membangun sejumlah tower diantaranya di desa Jorjoga yang sudah aktif, di desa Tabona dan di desa Tikong yang pembangunannya sudah dianggarkan tahun ini, namun terhambat dan terefokusing akibat Covid-19," ujar Muhaimin.
Muhaimin juga menyayangkan pemda dalam membangun tower (BTS), harusnya menitikberatkan pada kemaslahatan, bukan malah menjadi semacam persaingan antara pemerintah. Ia contohkan jaringan yang sudah dibangun oleh propinsi, maka kabupaten harusntya tidak lagi membangun jaringan XL di desa yang sama, "sementara masih puluhan desa yang belum tersentuh oleh jaringan, meskinya tower dari telkomsel jalan dan tower XL juga jalan sehingga terjadi pemerataan jaringan," ungkap Muhaimin.
Muhaimin Syarif juga menegaskan bahwa Kab.Pulau Taliabu tak pantas di sebut baru seumur jagung atau baru delapan tahun usianya apalagi menjadikan kecilnya APBD Taliabu sebagai alibi untuk menutupi minimnya pembangunan sarana dan prasarana selama ini.
"Sesunguhnya persoalan Taliabu ini sederhana, tetapi sangat serius kalau orang yang peka terhadap penderitaan rakyat, karena terus terang sampai saat ini Taliabu belum memiliki sarana dan prasarana yang memadai sedangkan usainya sendiri idealnya sudah kurang lebih 18 Tahun. Mengapa? Karena dua periode di Sula, pemangku kebijakan dan pengambil keputusan adalah putra daerah Taliabu, artinya ketika kita benar mencintai negeri ini meskinya intervensi itu sudah-jauh jauh hari harus dilakukan semenjak pemerintahan masih di Kepulauan Sula," kata Muhaimin.
Sebelum menutup perbincangan, Muhaimin Syarif berpesan kepada semua lembaga kemasyarakatan serta akademisi untuk berani menyuarakan pendapat yang komperehensif terhadap ketimpangan yang terjadi sebagai bagian dari kepedulian dan kecintaan terhadap daerahnya sendiri.
"Saya menghimbau kepada LSM dan lembaga akademisi kemahasiswaan sebagai penyangga isu untuk berani memproteksi terhadap kebijakan pemerintah yang salah, dan juga saya meminta kepada kepada pemerintah untuk tidak alergi terhadap saran serta kritikan dari masyarakat karena sejatinya pemerintah adalah pelayan masyarakat," pungkasnya seraya mengucapkan selamat hari raya idul fitri kepada pembaca media ini terutama masyarakat Pulau Taliabu.
Laporan Tim Redaksi LUGAS Pulau Taliabu
Editor Mahar Prastowo
Tidak ada komentar