Dipidana 10 Tahun, Pelaku Pencabulan Anak Terima Putusan Hakim

 



LUGAS | Taliabu - Pengadilan Negeri kelas II Bobong, Kabupaten Pulau Taliabu Maluku Utara memutus perkara nomor 21/Pid.Sus/2021/PN Bbg dengan kasus persetubuhan terhadap anak yang melibatkan terdakwa AA pada Selasa (28/09/2021).

Sidang yang dipimpin Majelis Hakim Fikran Warnangan, S.H., dengan anggota Willy Marsaor, S.H., dan Herman, S.H., dihadiri juga oleh Jaksa Penuntut Umum yakni Yudhi Harioga, S.H, Alexsander Tanak, S.H, dan Haryadi Eka Nugraha, S.H serta  terdakwa yang didampingi penasihat hukumnya.

Willy Marsaor S,H selaku Humas Pengadilan Negeri Bobong melalui pesan singkatnya kepada LUGAS mengatakan sidang  dilaksanakan secara terbuka untuk umum, berbeda dengan sidang sebelumnya yang selalu dilaksanakan tertutup untuk umum.

"Sidang pembacaan putusan dilaksanakan berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya," ucapnya melalui pesan WhatsApp.

Lanjut Willy, "sidang dilaksanakan secara terbuka untuk umum, berbeda dengan sidang sebelumnya selalu dilaksanakan tertutup untuk umum."

Majelis Hakim setelah mempertimbangkan keterangan saksi-saksi, termasuk keterangan korban, keterangan terdakwa, alat bukti surat seperti akta kelahiran korban, hasil visum, barang bukti berupa pakaian korban, tuntutan JPU, permohonan terdakwa dan penasihat hukumnya.

Majelis Hakim setelah bermusyawarah pun akhirnya menjatuhkan putusan yang pada pokoknya menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya secara berlanjut; menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 (sepuluh) tahun dan denda sejumlah 5 miliar rupiah (apabila denda tidak dibayar diganti kurungan 6 bulan).

"Majelis hakim mempertimbangkan keadaan yang memberatkan terdakwa yaitu terdakwa adalah orang tua dan memiliki anak sepatutnya memberikan teladan kepada anak, bukan malah melakukan tipu muslihat, kebohongan, atau membujuk anak lain untuk bersetubuh dengan terdakwa, serta perbuatan terdakwa membuat anak (korban) menderita secara fisik dan psikis," terang Willy.

Setelah putusan dibacakan, terdakwa dan penasihat hukumnya menyatakan menerima putusan majelis hakim dan tidak mengajukan banding.


Mengenai persetubuhan dengan anak serta perbuatan cabul, diatur dalam Pasal 76D dan 76E UU 35/2014 sebagai berikut:
 
Pasal 76D UU 35/2014:
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
 
Pasal 76E UU 35/2014:
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
 
Sanksi dari tindak pidana tersebut dapat dilihat dalam Pasal 81 dan Pasal 82 Perpu 1/2016:
 
Pasal 81 Perpu 1/2016:
  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.
  2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
  3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  4. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
  5. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
  6. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
  7. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
  8. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
  9. Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
 
Pasal 82 Perpu 1/2016:
  1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
  2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
  4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
  6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
  7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
  8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.




Laporan Bima Sumpono
Editor: Mahar Prastowo 📲

Tidak ada komentar