Kadis PUPR Taliabu, Mana Janjimu?

LUGAS | Taliabu - Intensitas Intensitas curah hujan yang tinggi dalam sepekan terakhir hingga Kamis (01/09/2022) mengakibatkan banjir melanda beberapa titik ruas jalan dan sebagian wilayah areal permukiman di Kota Bobong, Taliabu Barat, Ibukota Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara. 

Janji Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Suprayitno yang akan menyulap banjir dalam Kota Bobong melalui APBD T.A 2021 Kabupaten Pulau Taliabu, dengan meracik berbagai strategi, hingga saat ini belum terealisasi dan belum membuahkan hasil. Hal itu dibuktikan dengan banjir musiman yang masih melanda Ibu Kota Kabupaten Pulau Taliabu.

Curah hujan yang cukup tinggi terjadi sejak akhir Agustus hingga awal September 2022, dengan prosentasi kelembaban mulai dari 70 s/d 90%,  dan rata-rata curah hujan berdurasi antara 3- 12 jam.

Salah satu titik banjir terjadi di kota Bobong dan Wayo diantaranya, Dusun Unabua, Dusun Salenga kompleks Mangga 1,  Kebun Janda, Dusun Fangahu, Pasar Wayo dan  pemukiman penduduk Desa Wayo.

Kantor Pendidikan Kabupaten Pulau Taliabu, tak luput dari genangan air. SMA, SMK pun terkena imbas genangan air ini, sehingga mengakibatkan terhentinya aktifitas belajar mengajar.

Kota Bobong merupakan langganan tetap banjir tiap tahunnya,  beberapa drainase yang dibangun hanya mencakup beberapa bagian saja. Titik-titik yang tergenang baik jalan maupun permukiman warga, kebanyakan diakibatkan tidak memiliki sistem drainase sama sekali 

Gorong-gorong yang dikerjakan oleh PUPR beberapa tahun silam di Kota Bobong belum menjadi solusi. Di lokasi lain, ada Gorong-gorong beton yang dibangun guna menghambat laju air yang turun dari gunung merah (dusun Salenga), namun akibat penambangan pasir yang berada di sisi gunung tersebut membuat sistem drainase ini terisi oleh pasir sehingga memenuhi badan got. Mirisnya pada saat musim penghujan, gorong-gorong yang dipenuhi pasir ini kemudian meluap ke jalan raya dan rumah-rumah warga sekitar,  tak pelak hal ini menimbulkan masalah baru.

Pemicu lain penyebab banjir musiman ini adalah kondisi morfologi dan kontur Bobong yang berupa cekungan dengan elevasi (ketinggian suatu tempat terhadap daerah sekitarnya di atas permukaan laut, red) lebih rendah dibandingkan dengan bibir pantai. Hal ini diperparah lagi dengan tata kota dan saluran drainase yang kurang baik sehingga surutnya air hanya mengandalkan resapan tanah permukaan.

Dari informasi yang dihimpun oleh Team LUGAS, diketahui bahwa  hampir 70% morfologi wilayah Ibu Kota Taliabu (Bobong) pada awalnya merupakan dataran limpahan banjir dan rawa-rawa yang memiliki ketinggian antara 1 - 5 Mdpl dan di beberapa tempat bahkan mempunyai level 0 mdpl.

Dikarenakan kondisi morfologi tersebut, apakah tidak sepatutnya jika pemerintah memikirkan serta merencanakan sistem drainase yang lebih baik? Sebab, jika berharap dari resapan tanah saja secara alami, maka dapat dipastikan banjir maupun genangan air lokal ini akan terus terjadi saat musim penghujan.
Nur Qudus,  doktor Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, menilai tumbuh kembangya suatu kawasan selalu diiringi permasalahan lingkungan hidup baik di perkotaan maupun pedesaan. Berkurangnya kawasan resapan bisa menyebabkan banjir, longsor, erosi dan sedimentasi.

Menurutnya perlindungan dan pelestarian sumberdaya air khususnya air tanah dapat dilakukan dengan menggunakan sistem drainase air hujan yang berwawasan lingkungan, yaitu dengan rekayasa teknis resapan air hujan. Rekayasa ini berfungsi untuk menampung air hujan dari bangunan dan limpasan selanjutnya diresapkan ke dalam tanah. 

Rekayasa sistem resapan air hujan juga untuk mengurangi debit aliran permukaan dan menambah pengimbuhan air tanah yang dapat dilakukan dengan pembuatan sistem resapan. Dengan demikian suatu kawasan tidak akan kekurangan air bersih pada saat musim kemarau karena rekayasa teknik resapan air buatan tersebut sekaligus menyimpan atau menabung air di dalam tanah.




Tidak ada komentar