LUGAS | Jakarta - Di tengah hiruk-pikuk dunia kerja yang
semakin kompetitif, praktik penahanan ijazah oleh perusahaan kepada karyawan
dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) telah menjadi sorotan utama.
Dhahana Putra, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM), pada Sabtu
(10/08/2024) di Jakarta menyampaikan pandangannya terkait isu ini yang dianggap
perlu mendapat perhatian serius, terutama dari perspektif HAM.
Dalam wawancara eksklusif, Dhahana mengungkapkan
keprihatinannya terhadap dampak penahanan ijazah terhadap para pekerja.
"Kebijakan perusahaan untuk melakukan penahanan ijazah,
jika kita perhatikan secara jeli, membuat adanya potensi pembatasan hak
mengembangkan diri bagi tenaga kerja untuk mendapatkan penghidupan yang lebih
baik," tegas Dhahana.
Meskipun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan dan peraturan teknis lainnya belum secara tegas mengatur
mengenai penahanan ijazah, praktik ini telah menjadi fenomena umum di kalangan
perusahaan. Namun, Dhahana menyoroti bahwa masyarakat sering kali merasa
dirugikan oleh persyaratan tersebut. Menurutnya, banyak pekerja yang merasa
peluang mereka untuk meraih karir yang lebih baik terhambat akibat adanya
praktik ini.
Dhahana menekankan pentingnya adanya regulasi yang dapat
mengisi kekosongan hukum terkait penahanan ijazah. "Kami meyakini perlu
adanya kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai dampak kebijakan
perusahaan melakukan penahanan ijazah tidak hanya bagi karyawan namun juga
perusahaan sebagai pertimbangan dalam perumusan regulasi," jelas Dhahana.
Selain itu, Dhahana juga mengingatkan perusahaan untuk tetap
menghormati hak asasi manusia yang dimiliki para pekerja. Ia menegaskan bahwa
penahanan ijazah dapat membatasi hak pekerja untuk mengembangkan diri, yang
mana hal ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Undang-undang tersebut memperkenankan setiap orang untuk bebas memilih
pekerjaan yang disukainya dan berhak atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang
adil.
Dalam konteks yang lebih luas, Dhahana menyoroti inisiatif
pemerintah dalam mengarusutamakan bisnis dan HAM di Indonesia. Melalui Strategi
Nasional Bisnis dan HAM, pemerintah berharap perusahaan dapat melihat nilai
strategis dalam menghormati hak asasi manusia, yang pada akhirnya dapat
memberikan keunggulan kompetitif di pasar global.
“Kesadaran pasar global terhadap hak asasi manusia yang
semakin membaik diharapkan juga akan diikuti oleh perusahaan di tingkat
nasional. Hal ini penting agar perusahaan dapat lebih adaptif terhadap tren dan
tetap kompetitif di pasar,” lanjut Dhahana.
Di akhir pernyataannya, Dhahana memberikan himbauan kepada
perusahaan agar mempertimbangkan matang-matang setiap kebijakan yang berpotensi
mencederai hak asasi manusia.
"Karenanya, kebijakan perusahaan yang kiranya dipandang
berpotensi mencederai hak asasi manusia baiknya dipertimbangkan matang-matang
mitigasinya," pungkas Dhahana.
Dengan munculnya isu penahanan ijazah ini, Dhahana berharap
kesadaran akan pentingnya hak asasi manusia dalam dunia kerja dapat semakin
ditingkatkan, dan perusahaan dapat mengadopsi praktik yang lebih manusiawi dan
berkeadilan.
Sumber Humas Kemenkumham Riau
Tidak ada komentar