LUGAS | Jakarta — Sejumlah organisasi masyarakat sipil menggelar konferensi pers bertajuk #IndonesiaGelap di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat, Kamis (27/2/2025). Dalam acara yang berlangsung selama sekitar 40 menit itu, para aktivis menyuarakan kritik terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai menekan hak-hak rakyat dan mengancam demokrasi.
Konferensi pers ini diinisiasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil, dengan menghadirkan sejumlah narasumber, antara lain Miftahul Rahman dari organisasi Resistance, Suci dari Perempuan Mahardika, dan Ical dari Sekolah Mahasiswa Progresif. Acara ini dihadiri sekitar 30 peserta, terdiri dari perwakilan organisasi masyarakat sipil, akademisi, serta awak media.
Kritik terhadap Kebijakan Pemerintah
Dalam pernyataannya, Miftahul Rahman menyebutkan bahwa pemerintahan saat ini semakin jauh dari prinsip demokrasi dan keadilan sosial. Ia menyoroti berbagai kebijakan yang dinilai lebih berpihak kepada kepentingan elite dibandingkan kesejahteraan masyarakat luas.
"Selama dua dekade terakhir, kita menyaksikan bagaimana kebijakan yang diterapkan pemerintah cenderung represif dan mengabaikan hak-hak rakyat. Berbagai regulasi, mulai dari UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga KUHP yang baru, telah melemahkan posisi rakyat kecil," ujarnya.
Selain itu, kebijakan pemangkasan anggaran melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 menjadi salah satu sorotan utama dalam konferensi pers ini. Kebijakan tersebut dinilai menggerus anggaran pendidikan dan kesehatan, sehingga berpotensi memperburuk akses layanan bagi masyarakat.
"Di satu sisi, kita melihat besarnya anggaran yang dialokasikan untuk proyek infrastruktur dan investasi. Sementara itu, sektor pendidikan dan kesehatan justru mengalami pemangkasan. Ini menunjukkan bahwa kepentingan rakyat semakin terpinggirkan," kata Miftahul.
Kritik terhadap Proyek Strategis Nasional
Koalisi Masyarakat Sipil juga menyoroti sejumlah proyek strategis nasional (PSN), termasuk pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), proyek food estate, serta hilirisasi industri ekstraktif. Menurut mereka, proyek-proyek ini sering kali mengorbankan masyarakat kecil, terutama petani dan masyarakat adat, melalui penggusuran lahan dan eksploitasi sumber daya alam.
"Pembangunan IKN dan proyek food estate adalah contoh bagaimana kebijakan yang seharusnya mensejahterakan rakyat justru menjadi alat perampasan tanah dan sumber daya alam. Masyarakat adat dan petani yang telah lama tinggal di lahan tersebut kini kehilangan hak-haknya," ujar Suci dari Perempuan Mahardika.
Selain itu, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menjadi perhatian. Mereka menilai bahwa lemahnya penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi semakin memperburuk situasi, sementara impunitas bagi para pejabat yang terlibat korupsi justru semakin menguat.
Klarifikasi atas Aksi #IndonesiaGelap
Dalam kesempatan ini, Koalisi Masyarakat Sipil juga menyampaikan klarifikasi terkait dugaan ujaran rasis dalam aksi #IndonesiaGelap yang berlangsung pada 21 Februari lalu. Miftahul Rahman menegaskan bahwa pernyataan tersebut bukan bagian dari sikap resmi koalisi dan terjadi di luar kendali pimpinan aksi.
"Kami meminta maaf atas insiden tersebut dan menegaskan bahwa kami tidak mendukung segala bentuk ujaran kebencian berbasis SARA. Kejadian ini menjadi evaluasi bagi kami agar lebih selektif dalam mengorganisir aksi di masa mendatang," ujar Miftahul.
Tuntutan dan Pernyataan Sikap
Sebagai bentuk protes atas kondisi yang mereka anggap semakin memburuk, Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan sejumlah tuntutan kepada pemerintah. Beberapa tuntutan utama yang disampaikan dalam konferensi pers ini antara lain:
1. Pendidikan Gratis dan Demokratis – Menolak pemangkasan anggaran pendidikan dan meminta pemerintah untuk menjamin akses pendidikan yang lebih inklusif.
2. Cabut PSN Bermasalah – Menghentikan proyek pembangunan yang dinilai merugikan masyarakat, seperti IKN dan food estate.
3. Tolak Revisi UU Minerba dan UU Penyiaran – Menolak kebijakan yang dianggap menguntungkan korporasi dan membatasi kebebasan pers.
4. Prioritaskan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan – Mendesak percepatan implementasi UU TPKS dan pengesahan RUU PPRT.
5. Evaluasi Program Makan Bergizi Gratis – Memastikan program ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat tanpa menjadi alat politik semata.
6. Cabut Inpres No. 1 Tahun 2025 – Menolak kebijakan pemangkasan anggaran yang dinilai berdampak negatif bagi masyarakat luas.
Mereka juga menuntut reformasi di berbagai sektor, termasuk kepolisian, militer, dan kebijakan ketenagakerjaan, serta menuntut penghentian represifitas terhadap aktivis, jurnalis, dan masyarakat sipil.
Seruan untuk Persatuan Gerakan Rakyat
Sebagai penutup, Koalisi Masyarakat Sipil mengajak seluruh elemen masyarakat untuk terus bersatu dalam memperjuangkan hak-hak rakyat.
"Kami percaya bahwa perubahan hanya bisa terjadi jika ada konsolidasi yang kuat di antara berbagai elemen masyarakat. Kami menyerukan persatuan dalam menghadapi kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat, demi mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis dan berkeadilan," pungkas Miftahul.
Konferensi pers ini berakhir pada pukul 16.40 WIB dalam kondisi aman dan kondusif. Para peserta berharap agar tuntutan yang disampaikan dapat menjadi perhatian bagi pemerintah dan pemangku kebijakan.
—
Laporan: Dani Prasetya
Editor: Mahar Prastowo
Tidak ada komentar