LUGAS | Jakarta – Sabtu, 8 Maret 2025, massa aksi dari Aliansi Buruh KASBI berkumpul di depan IRTI Monas, Jakarta Pusat. Dengan seragam merah menyala dan bendera berkibar, sekitar 120an buruh dari berbagai daerah meneriakkan tuntutan mereka, mendesak pemerintah untuk segera menghentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal dan mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.

Sebuah mobil komando membawa pengeras suara memperkuat orasi dari para perwakilan buruh. 

Mereka berasal dari berbagai daerah, termasuk Tangerang, Subang, dan Cimahi.

Seruan Perlawanan: Stop PHK dan Cabut Omnibus Law


Aksi ini mengusung tema “Perempuan dan Rakyat Bersatu, Lawan Badai PHK, Hancurkan Rezim Oligarki, Wujudkan Partai Politik Progresif”. Para buruh membawa sederet tuntutan yang mencerminkan keresahan mereka atas kebijakan ketenagakerjaan yang dinilai tidak berpihak kepada pekerja. Beberapa tuntutan utama meliputi:

1. Stop PHK dan berikan jaminan kepastian kerja

2. Cabut Omnibus Law UU No. 6 Tahun 2023

3. Hentikan pemberangusan serikat buruh dan kriminalisasi aktivis

4. Sediakan tempat penitipan anak (daycare) yang layak bagi buruh perempuan

5. Berikan ruang laktasi dan jamin hak kesehatan reproduksi perempuan

6. Berlakukan upah layak nasional yang adil dan bermartabat

7. Hapus sistem kerja kontrak, outsourcing, dan magang palsu

8. Turunkan harga sembako, BBM, dan tarif dasar listrik

9. Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT)

10. Ratifikasi Konvensi ILO No. 190 tentang kekerasan di dunia kerja


Selain membawa spanduk dan poster bertuliskan tuntutan, massa aksi juga menggunakan alat pengeras suara untuk menyampaikan orasi secara bergantian. Seruan-seruan mereka menyoroti kondisi buruh yang semakin terhimpit akibat kebijakan fleksibilitas tenaga kerja yang mereka anggap merugikan.

Dampak Omnibus Law dan Ancaman PHK Massal


Kebijakan Omnibus Law, yang disahkan dalam UU No. 6 Tahun 2023, menjadi salah satu sorotan utama dalam aksi ini. Para buruh menilai regulasi tersebut semakin memperburuk kondisi ketenagakerjaan dengan mengurangi kepastian kerja, mempermudah PHK, dan melemahkan posisi tawar pekerja. Sejumlah perusahaan besar disebut-sebut telah melakukan gelombang PHK dengan dalih efisiensi, membuat para buruh semakin cemas terhadap masa depan mereka.

"Kami menuntut pemerintah untuk segera mencabut Omnibus Law yang hanya menguntungkan pemilik modal dan memperparah ketimpangan sosial," ujar salah satu orator dari mobil komando. "Buruh semakin sulit hidup, sementara pemilik modal terus diuntungkan."

Isu Perempuan dan Perlindungan Hak Buruh


Dalam aksi ini, perlindungan hak-hak buruh perempuan juga menjadi salah satu poin utama. Mereka menuntut adanya fasilitas penitipan anak dan ruang laktasi yang layak di tempat kerja, serta perlindungan terhadap pelecehan dan kekerasan seksual.

“Buruh perempuan sering kali diabaikan hak-haknya. Banyak yang harus bekerja dalam kondisi tidak aman, tanpa ruang laktasi, bahkan mengalami pelecehan di tempat kerja. Negara harus hadir melindungi kami,” ujar Dela Gustiani, salah satu penanggung jawab aksi.

Aksi unjuk rasa ini berlangsung damai di bawah pengawasan aparat keamanan. 



Laporan Dani Prasetya | Editor: Mahar Prastowo | LUGAS