LUGAS | Bitung, Sulawesi Utara - Pengadilan Negeri (PN) Bitung kembali melanjutkan persidangan perkara Lintje Sanger S.Sos (LS) dengan agenda mendengarkan Nota Pembelaan (Pledoi) dari Penasihat Hukum (PH) terdakwa.
Dalam sidang yang berlangsung pada Selasa (27/5/2025), penasihat hukum terdakwa menyampaikan sejumlah poin penting yang menjadi isi pembelaan.
Pertama, penasihat hukum menegaskan bahwa penyusunan Nota Pembelaan ini didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku.
"Kami tekankan bahwa Pledoi merupakan hak terdakwa untuk meluruskan kembali fakta-fakta yang sebenarnya, demi tercapainya proses peradilan yang adil dan berimbang," kata Antony Wenoh, salah satu anggota tim penasihat hukum LS, kepada media.
Kedua, mereka menyoroti bahwa dalam surat tuntutannya, JPU tidak menguraikan fakta secara lengkap dan akurat, namun langsung menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen.
"Harusnya untuk menguatkan Dalil-dalil pemalsuan harus ada data pembanding, (register asli milik keluarga batuna dan juga bukti forensik) supaya dalil LS membuat register palsu terpenuhi, tapi kenyataannya selama persidangan tidak ada. Karena nama keluarga Batuna tidak pernah ada/terdaftar dibuku register tanah kelurahan girian indah atau di kelurahan girian weru," tegas Antony Wenoh.
Ketiga, terdapat sejumlah fakta yang, menurut PH terdakwa, perlu diluruskan agar perkara ini dapat diputus secara adil.
Adapun poin-poin yang disampaikan dalam Pledoi antara lain: terkait tuntutan Jaksa PU.
Bahwa tanah tersebut semula tercatat sebagai HGU No. 1/Girian An, PT K sesuai Sertifikat Sementara tanggal 19 Desember 1962 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) tanggal 29 Maret 1978.
"Kalau benar adanya surat-surat yang dimaksud, harusnya didaftar kembali di desa/kelurahan dimana lahan tersebut berada, tapi kenyataannya pemegang HGU No 1/Girian An, PT K Cq dokter Waldan Batuna (Komisaris) tidak pernah ada di buku register tanah desa/kelurahan dan tidak tercatat diwarkah Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bitung," jelas Wenoh.
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 tahun 1960 dan diperbaharui dalam PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah sebagai berikut:
Dalam sidang yang berlangsung pada Selasa (27/5/2025), penasihat hukum terdakwa menyampaikan sejumlah poin penting yang menjadi isi pembelaan.
Pertama, penasihat hukum menegaskan bahwa penyusunan Nota Pembelaan ini didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku.
"Kami tekankan bahwa Pledoi merupakan hak terdakwa untuk meluruskan kembali fakta-fakta yang sebenarnya, demi tercapainya proses peradilan yang adil dan berimbang," kata Antony Wenoh, salah satu anggota tim penasihat hukum LS, kepada media.
Kedua, mereka menyoroti bahwa dalam surat tuntutannya, JPU tidak menguraikan fakta secara lengkap dan akurat, namun langsung menyatakan bahwa terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dokumen.
"Harusnya untuk menguatkan Dalil-dalil pemalsuan harus ada data pembanding, (register asli milik keluarga batuna dan juga bukti forensik) supaya dalil LS membuat register palsu terpenuhi, tapi kenyataannya selama persidangan tidak ada. Karena nama keluarga Batuna tidak pernah ada/terdaftar dibuku register tanah kelurahan girian indah atau di kelurahan girian weru," tegas Antony Wenoh.
Ketiga, terdapat sejumlah fakta yang, menurut PH terdakwa, perlu diluruskan agar perkara ini dapat diputus secara adil.
Adapun poin-poin yang disampaikan dalam Pledoi antara lain: terkait tuntutan Jaksa PU.
Bahwa tanah tersebut semula tercatat sebagai HGU No. 1/Girian An, PT K sesuai Sertifikat Sementara tanggal 19 Desember 1962 dan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) tanggal 29 Maret 1978.
"Kalau benar adanya surat-surat yang dimaksud, harusnya didaftar kembali di desa/kelurahan dimana lahan tersebut berada, tapi kenyataannya pemegang HGU No 1/Girian An, PT K Cq dokter Waldan Batuna (Komisaris) tidak pernah ada di buku register tanah desa/kelurahan dan tidak tercatat diwarkah Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bitung," jelas Wenoh.
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 tahun 1960 dan diperbaharui dalam PP No 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah sebagai berikut:
Pasal 19 ayat (2).
Pendaftaran tersebut dalam ayat (1)
Pasal ini meliputi:1.Pengukuran perpetaan dan pembukuan tanah2.Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut3.Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai tanda bukti hak.
Selain itu, penasihat hukum juga menyinggung bahwa, terungkap dalam tuntutan JPU terhadap terdakwa LS dengan pidana 1 tahun 9 bulan.
Memakai dasar Surat Keterangan Kepala Badan Pertanahan Wilayah (kanwil BPN Provinsi) Sulawesi Utara (Sulut) ada pemberian hak atas keluarga Batuna surat tersebut terbit bulan September 2004, ironisnya sebelum bulan September keluarga Batuna mengusulkan surat ukur di bulan Agustus dan menerbitkan SHM salah satunya An. IPB.
Menurut nota pembelaan penasehat hukum terdakwa sebetulnya yang melakukan pemalsuan adalah saksi korban IPB bukan LS.
"Sebetulnya yang melakukan pemalsuan adalah saksi korban IPB, bukan LS," menambahkan Wenoh
Karena data yang menjadi tuntutan Jaksa PU salah satu nya SHM milik saksi korban IPB.
Sertifikat HGB No 2/Girian Indah tahun 2004 dengan Luas 100.269 M2 atas nama Yayasan DD. Itu kan sudah dibatalkan oleh Putusan Mahkama Agung (MA) No, 101/PK/TUN.2010).
"Bagaimana bisa dokumen yang sudah dibatalkan/tidak mempunyai kekuatan hukum dijadikan bukti untuk penuntutan terhadap terdakwa LS," pungkas Antony.
Dari keseluruhan poin tersebut, tim penasihat hukum menegaskan pentingnya pencarian kebenaran materiil dalam penyelesaian perkara pidana. Mereka menekankan bahwa pemeriksaan dan tuduhan terhadap terdakwa tidak boleh dilakukan hanya berdasarkan, rekaan saja harus dibuktikan.
“Kami berharap kepada Majelis Hakim agar tetap objektif dalam memeriksa dan memutus perkara ini dengan adil,” tutup Antony Wenoh.
Tidak ada komentar