Kaya itu biasa. Tapi kaya sampai Rp451 triliun? Itu luar biasa.


Namanya Low Tuck Kwong. Raja batu bara. Bos besar PT Bayan Resources. Di daftar Forbes terbaru—data real-time per 19 Mei 2025—ia duduk di singgasana tertinggi orang terkaya di Indonesia. Di dunia, dia peringkat ke-74. Tapi di negerinya sendiri, dia nomor satu. Satu orang, Rp451 triliun. Nol-nya dua belas.

Mungkin Anda tidak pernah lihat iklannya. Tidak seperti rokok Djarum yang setiap tahun muncul di layar lebar bulu tangkis. Tapi kekayaan Low Tuck Kwong melesat seperti harga batu bara ketika dunia panik menghadapi krisis energi.

Di bawahnya ada nama lama. Yang sudah tak asing bahkan buat anak SMA yang rajin ikut olimpiade ekonomi: Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono. Dua bersaudara dari Kudus yang kaya sejak sebelum unicorn-unicorn itu bisa jalan. Rokok dan bank. Djarum dan BCA. Keduanya sekarang duduk nyaman di peringkat dua dan tiga dengan kekayaan Rp387 triliun dan Rp372 triliun. Kuat di tradisi, luwes di modernisasi. Mereka tahu: kalau satu rokok habis, tinggal nyalakan BCA mobile.

Lalu muncul nama yang dulu hanya dikenal di kalangan teknokrat dan investor: Prajogo Pangestu. Dulu orang minyak, kini petrokimia dan energi. Kalau tak ada krisis, dia tetap jalan. Tapi kalau krisis datang, dia bisa sprint. Kini kekayaannya Rp351 triliun.

Yang menarik justru datang dari sektor yang dulu dianggap "mahal di listrik dan mahal di pendingin ruangan": pusat dataOtto Toto Sugiri dan Marina Budiman. Dua nama di balik DCI Indonesia. Bukan penguasa batubara atau bank, tapi server dan kabel optik. Teknologi bikin mereka duduk di kursi keenam dan kedelapan. Marina bahkan dinobatkan Forbes sebagai perempuan terkaya di Indonesia.

Nama-nama lain juga tak kalah mengundang penasaran. Sri Prakash Lohia, sang maestro tekstil dan petrokimia. Dato Sri Tahir, bankir dan filantrop. Dewi Kam, perempuan tambang. Dan di ujung daftar, Agoes Projosasmito. Pemilik PT Amman Mineral, tambang tembaga dan emas. Tambang yang dahulu milik asing, kini jadi kendaraan kekayaan anak bangsa.

Sepuluh nama.
Total kekayaan: ratusan miliar dolar.  
Mereka tak lahir dari lotre.
Tapi juga bukan tanpa privilese.
Ada yang perantau, ada yang pewaris.
Ada yang membangun dari nol, ada yang mengakuisisi setelah fondasi diletakkan orang tua.

Tapi satu benang merahnya: semua menguasai sumber daya. Entah batu bara, emas, rokok, bank, atau server.

Dan dari mereka, kita belajar satu hal: uang bisa berasal dari apa saja.
Tapi jadi yang terkaya—itu butuh lebih dari sekadar ide. Butuh timing, keberanian, dan kekuatan membaca masa depan.

Entah Anda setuju atau tidak, satu hal jelas: peta kekayaan Indonesia sedang berubah. Dulu batubara dan rokok. Kini, data dan digital mulai menyalip dari kanan.

Dan siapa tahu, 10 tahun lagi, daftar ini tak lagi dihuni pria paruh baya. Tapi anak-anak muda—dari coding bootcamp, dari game studio kecil, dari garasi yang disulap jadi start-up.

Asal satu: tetap kerja keras.

Sisanya? Biarkan Forbes yang mencatat.



______________
Mahar Prastowo 


Orang-orang Superkaya Itu: Dari Tambang, Rokok, hingga Data