LUGAS | JAKARTA — Di tengah dinamika dunia yang terus dipenuhi kekerasan dan luka kemanusiaan, secercah harapan kembali menyala dari sebuah aula di jantung ibu kota. Sabtu (28/6/2025), Balai Kartini, Jakarta Selatan, menjadi saksi bagi sebuah gerakan yang lahir dari nurani dan kesadaran kolektif bangsa: Indonesia Global Peace Convoy.
Di tempat itu, bukan sekadar tokoh-tokoh agama yang berkumpul. Ada aktivis, politisi, seniman, hingga relawan kemanusiaan yang berbeda latar namun disatukan oleh satu tekad: menembus blokade Gaza.
Gerakan Nurani yang Membesar
Gerakan ini berangkat dari kesadaran panjang akan penderitaan warga Palestina di Gaza—wilayah kecil yang sudah lebih dari 17 tahun terkepung dari darat, laut, dan udara oleh blokade Israel. Listrik padam, rumah sakit kekurangan alat, anak-anak kehilangan masa depan, dan air bersih menjadi kemewahan. Situasi ini bukan sekadar krisis politik. Ini adalah tragedi kemanusiaan yang tak boleh lagi didiamkan.
“Ini bukan simbolik. Ini bukan euforia. Ini adalah gerakan nyata rakyat Indonesia untuk menjawab jeritan yang nyaris tak terdengar dari Gaza,” ujar Ustaz Bachtiar Nasir (UBN) dalam pidatonya yang menggugah, membuka Kick Off Indonesia Global Peace Convoy.
Ia menyebut, ini adalah kelanjutan dari gerakan Indonesia Peace Convoy (IPC), yang sebelumnya menjelajah kota-kota di Indonesia. Tapi kini arah geraknya meluas, membelah dunia. Bukan lagi konvoi di jalanan kota, tapi konvoi kemanusiaan lintas benua.
Dari Nama-Nama Besar, Hingga Niat Suci
Turut hadir dalam acara ini Buya Anwar Abbas (Waketum MUI), Ustaz Felix Siauw, Dr. Sarbini Abdul Murad dari MER-C, Husein Gaza, Dr. Ahed Abu Al-Atta dari Palestina, dan banyak lagi. Mereka tidak bicara politik. Mereka bicara manusia.
Mereka bicara tentang anak-anak yang tumbuh dengan trauma bom, para ibu yang melahirkan di tengah reruntuhan, dan generasi muda Gaza yang hanya mengenal kata “blokade” sebagai sinonim dari kehidupan.
Melly Goeslaw, penyanyi dan aktivis kemanusiaan, hadir membaur, tidak menyanyi, tapi menangis. Dalam diamnya, ia menyampaikan lebih banyak dari pidato mana pun: bahwa seni pun tunduk di hadapan rasa kemanusiaan.
Mimpi Kolektif: Satu Juta Menuju Gaza
UBN menyampaikan mimpi besar ini dengan gamblang: "Ribuan pesawat dari seluruh dunia menuju Gaza. Allahu Akbar." Kalimat itu bukan slogan. Ia adalah visi.
Dengan target satu juta peserta, gerakan ini membuka pendaftaran secara daring dan sederhana. Nama, nomor WhatsApp, asal kota, dan niat. Hanya itu yang dibutuhkan untuk ikut serta dalam sejarah.
Setelah tahap awal, proses penyaringan akan dilakukan. Ada evaluasi, ada seleksi, tetapi semangatnya adalah keterbukaan. Semua bisa ikut, siapa pun dia, asalkan memiliki satu tujuan: membuka blokade Gaza dengan cara damai.
Koordinator lapangan telah ditunjuk: Husein Gaza, pemuda Indonesia yang selama bertahun-tahun menjadi saksi hidup kondisi Palestina.
Dari Asia Tenggara untuk Dunia
Gerakan ini tak berdiri sendiri. UBN mengungkapkan bahwa koordinasi sedang dilakukan dengan jejaring Asia Tenggara. Harapannya, gerakan ini tak hanya menjadi suara Indonesia, tapi suara ASEAN, suara umat manusia.
“Satu juta orang bergerak bersama akan mengguncang opini dunia. Mereka yang memblokade akan kewalahan menghadapi gelombang nurani ini,” ujar UBN.
Ketika Kemanusiaan Menjadi Ibadah
Dalam acara ini, tak ada gimik politik. Yang ada adalah pelukan, air mata, doa, dan ajakan. Ustaz Fadzlan Garamatan, dai asal Papua, berdiri dan berkata dengan lantang, “Saudara kita di Gaza seperti tubuh kita yang lain. Satu yang sakit, semua merasa nyeri.”
Eva Monalisa, anggota DPR dari Komisi VII, menyatakan dukungan legislatif terhadap upaya diplomasi damai. “Gerakan ini penting sebagai soft power Indonesia di mata internasional,” katanya.
Dunia Boleh Diam, Indonesia Bergerak
Ketika dunia tampak letih, ketika media internasional mulai lelah memberitakan Gaza, justru dari Indonesia—tanpa senjata, tanpa kekuatan militer—hadir kekuatan moral yang besar: konvoi damai. Sebuah bentuk diplomasi rakyat yang melampaui rezim dan diplomasi negara.
Gerakan ini tidak anti-Israel, tapi anti-penjajahan. Tidak membawa kebencian, tapi membawa harapan. Tidak bersenjata, tapi bersuara.
Siapkan Diri dan Paspor
UBN menutup acara dengan seruan yang menggugah:
“Siapkan diri. Siapkan paspor. Ajak keluarga, teman, siapa pun. Bergabunglah dengan gerakan ini. Jadwal keberangkatan akan kita tetapkan bersama. Ini adalah panggilan nurani.”
Bagi masyarakat Indonesia yang ingin bergabung, bisa mendaftar melalui WhatsApp 0851 2312 3536 atau mengisi formulir di:
Catatan Redaksi:
Indonesia Global Peace Convoy adalah bentuk baru dari diplomasi publik, yang menempatkan rakyat sebagai aktor utama dalam isu kemanusiaan global. Gerakan ini dapat menjadi preseden penting bahwa diplomasi bisa berangkat dari hati, bukan dari kepentingan. Dan bahwa untuk melawan ketidakadilan, terkadang yang dibutuhkan hanyalah keberanian untuk berjalan bersama. Tanpa rasa takut. Demi kemanusiaan.
___
No comments