Tangkapan layar kemnaker


LUGAS | Jakarta — Langkah tak biasa ditempuh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga intelijen keuangan ini membekukan lebih dari 10 juta rekening milik penerima bantuan sosial (bansos). Jumlah saldonya mencengangkan: lebih dari Rp 2 triliun. Semua rekening itu diduga kuat tidak layak menerima dana negara.

“Kami temukan indikasi kuat penyalahgunaan. Dana bansos justru dipakai untuk judi online,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam keterangan resminya, Senin, 7 Juli 2025.

Langkah ini diambil sebagai bagian dari kerja sama antara PPATK dan Kementerian Sosial untuk memperbaiki ketepatan sasaran penyaluran bansos. Namun yang terkuak justru membuat publik bergidik. Sebagian rekening terindikasi digunakan sebagai “parkiran dana” — tidak aktif selama bertahun-tahun, tapi saldo jutaan rupiah tetap mengendap di sana.

Dalam satu bank saja, PPATK mencatat lebih dari 1 juta rekening mencurigakan, menyimpan dana bansos senilai lebih dari Rp 2 triliun. “Ini bukan warga miskin yang butuh uang untuk makan. Banyak dari mereka punya saldo lebih dari Rp 50 juta,” ujar Ivan. “Itu bukan indikator warga yang layak menerima bansos.”

Tidak hanya soal saldo besar, PPATK juga melacak arus dana yang mencurigakan. Beberapa dana bansos ternyata ditransfer langsung ke platform perjudian online. Sebagian lainnya tidak digunakan sama sekali, menunjukkan bahwa pemilik rekening bukan kelompok rentan yang segera menggunakan dana bantuan.

Potret Masalah Lama yang Tak Kunjung Usai

Masalah salah sasaran dalam penyaluran bansos sebenarnya bukan cerita baru. Namun pembekuan rekening secara massal oleh PPATK adalah langkah baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya dalam skala sebesar ini. Menurut sejumlah sumber di Kemensos, langkah PPATK ini adalah puncak dari frustrasi atas penyaluran yang sarat manipulasi sejak era pandemi COVID-19.

Kemensos sendiri, di bawah kepemimpinan yang baru, tengah melakukan pembersihan data melalui verifikasi dan validasi terpadu berbasis NIK dan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Namun temuan PPATK ini menunjukkan bahwa sistem yang digunakan selama ini masih jauh dari kata bersih.

Dampak Sosial dan Politik

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Firman Noor, menilai pembekuan 10 juta rekening bisa menimbulkan keguncangan sosial, terutama jika dilakukan tanpa sosialisasi dan verifikasi ulang yang akurat. "Banyak warga miskin yang mungkin terdampak karena datanya tumpang tindih. Pemerintah harus segera menjelaskan secara terbuka siapa yang dibekukan dan bagaimana proses verifikasinya," ujarnya.

Kemensos: Proses Perbaikan Masih Berjalan

Juru bicara Kementerian Sosial belum memberikan keterangan resmi terkait langkah PPATK. Namun sumber internal menyebutkan bahwa data dari PPATK akan digunakan untuk mempercepat reformasi penyaluran bansos dan menyisir "penerima fiktif" yang selama ini lolos dari verifikasi manual.

Hingga berita ini ditulis, belum ada kepastian apakah rekening yang dibekukan bisa dibuka kembali jika pemiliknya terbukti layak menerima bansos. Namun Ivan memastikan bahwa pihaknya akan tetap bekerja sama dengan Kemensos dan aparat penegak hukum untuk menindak pelanggaran hukum, khususnya yang terkait judi online.

“Ini bukan sekadar soal data. Ini tentang moral dan keadilan sosial,” kata Ivan.

---

Catatan:
Langkah drastis PPATK patut diapresiasi, tapi juga diawasi. Di tengah kompleksitas data, satu kebijakan bisa menyelamatkan miliaran rupiah, tapi juga bisa menyingkirkan yang benar-benar membutuhkan. Negara harus hadir dengan kebijakan yang tajam namun berperikemanusiaan.

---