Oleh: Veroncia Gratia Pratasis*
OPINI - Sulawesi Utara (Sulut) kini berada di titik krusial dalam sejarahnya. Posisi geografis yang strategis sebagai “Pintu Gerbang Indonesia di Pasifik” telah lama menjadi identitas kebanggaan daerah. Namun di tengah percepatan globalisasi dan revolusi digital, infrastruktur fisik saja tidak lagi cukup. Yang kini dibutuhkan adalah infrastruktur imajinasi - kemampuan membangun narasi, mengolah data, dan menghadirkan kreativitas yang bisa menembus batas geografi.
Ekonomi kreatif berbasis teknologi adalah motor baru pertumbuhan. Di masa depan, yang menang bukanlah yang paling besar, tetapi yang paling kreatif. Karena itu, Sulut harus berani melangkah dari sekadar daerah destinasi menjadi pusat marketing kreatif kawasan timur Indonesia - tempat ide, budaya, dan teknologi bertemu dalam satu ekosistem yang hidup.
Kekuatan Cerita Lokal
Setiap daerah memiliki kisahnya. Namun hanya sedikit yang mampu menjadikannya nilai ekonomi. Sulut beruntung memiliki kekayaan budaya yang dapat menjadi fondasi ekonomi kreatif: kuliner Minahasa yang pedas dan berkarakter, kain Bentenan yang sarat filosofi, hingga musik Kolintang yang menggema di panggung dunia.
Dalam perspektif marketing kreatif, tinutuan bukan sekadar bubur khas Manado, melainkan narasi tentang kesederhanaan dan kehangatan. Cakalang fufu bukan hanya ikan asap, tetapi lambang ketangguhan bahari orang Kawanua. Ketika narasi-narasi ini diterjemahkan ke dalam bahasa digital yang menarik, ia tak lagi sekadar cerita lokal, melainkan brand experience yang bernilai ekonomi.
Tren global “Local is the New Luxury” memberi ruang besar bagi identitas daerah untuk naik kelas. Produk lokal yang dikemas dengan kebanggaan, cerita, dan desain yang berkelanjutan kini lebih dihargai daripada produk massal tanpa jiwa. Di sinilah peluang Sulut terbuka lebar.
Momentum AI dan MMF 2025
Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi transformasi digital Sulut. Manado Marketing Festival (MMF) 2025 mengangkat tema “Sustainable Marketing in the Age of AI”, mengingatkan bahwa masa depan kreativitas tidak bisa lepas dari teknologi.
AI, ketika digunakan dengan tepat, bukan ancaman bagi kreativitas manusia — melainkan alat bantu yang mempercepat dan memperkaya prosesnya. AI dapat membantu pelaku usaha menganalisis data tren wisata, preferensi konsumen, hingga menghasilkan copywriting promosi yang efektif. Namun sentuhan manusia tetap diperlukan agar pesan digital tidak kehilangan kehangatan lokalnya.
Dengan pendekatan data-driven storytelling, UMKM dan pelaku kreatif Sulut dapat memanfaatkan teknologi untuk menembus pasar yang lebih luas tanpa meninggalkan keaslian budaya. Inilah esensi transformasi digital yang inklusif dan berakar pada nilai lokal.
Ekosistem Kreatif yang Berkelanjutan
Transformasi digital tidak akan bertahan tanpa dukungan ekosistem yang kuat. Pemerintah daerah, akademisi, pelaku usaha, dan komunitas kreatif harus berjalan dalam satu irama.
Pertama, Sulut membutuhkan Creative Hub yang berfungsi ganda: sebagai ruang fisik untuk pelatihan dan kolaborasi, serta platform digital untuk pamer karya dan mempertemukan kreator dengan pasar global.
Kedua, kurikulum pendidikan tinggi harus berani berevolusi. Kampus tidak cukup hanya mencetak sarjana, tetapi digital marketing champion — generasi muda yang menguasai AI, analitik data, dan desain berkelanjutan.
Ketiga, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci. Bayangkan jika desainer grafis muda Manado bekerja sama dengan UMKM pengolah ikan Bitung untuk merancang kemasan ekspor yang berkarakter, atau mahasiswa teknologi informasi membantu pelaku kriya membuat toko daring dengan sistem pembayaran digital. Dari sinergi seperti inilah ekonomi kreatif tumbuh.
Menjadi Mercusuar Pasifik
Visi menjadikan Sulut sebagai pusat marketing kreatif Kawasan Timur bukan sekadar slogan pembangunan. Ia adalah langkah strategis untuk menjembatani Indonesia bagian timur dengan pasar Asia Pasifik.
Dengan dukungan infrastruktur digital, keterbukaan masyarakat terhadap inovasi, dan kekayaan budaya yang unik, Sulut dapat menjadi “mercusuar digital” yang menerangi kawasan. Di tengah arus globalisasi yang sering menghapus batas identitas, Sulut justru bisa menunjukkan bahwa kemajuan dan akar budaya tidak harus berseberangan - keduanya bisa berjalan beriringan.
Kini saatnya seluruh komponen masyarakat Sulut - pemerintah, kampus, dunia usaha, dan komunitas kreatif - bergerak dalam satu semangat: menjadikan kreativitas sebagai sumber daya utama daerah.
Dengan Torang Pe Kreativitas yang digerakkan oleh data, didukung teknologi, dan dibingkai nilai-nilai lokal, Sulut tidak hanya siap menghadapi masa depan, tetapi juga siap menulis sejarah baru di kawasan timur Indonesia.
*Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Universitas Klabat
Tidak ada komentar