Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Social Media, Bagaikan Pisau Bermata Dua

| 15 Februari WIB |
Catatan tanggapan untuk Jusuf Kalla

Oleh: Mahar Prastowo, Pegiat New Media


"Sekarang ini, orang adu domba paling gampang. Semua di sini punya handphone, dengan mudah, forward informasi apapun kepada siapa. Pengalaman saya terakhir di Sumbawa di Lampung, itu hanya akibat forward SMS, facebook, akhirnya konflik membesar," demikian diungkapkan Jusuf Kalla, di Balai Kota Makassar, hari ini, Kamis (14/2/2013) dalam dialog soal teror bom molotov yang santer di Makasar.


Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI ke-10 yang kini orang nomor 1 di PMI (Palang Merah Indonesia), boleh mengungkapkan penilaian atas kecepatan transaksi elektronik seperti SMS dan jejaring sosial (social media/socmed). Apalagi, hal itu didasarkan pada pengalamannya, juga pengalaman kita semua.

Tapi tokoh se-kaliber Jusuf Kalla pernyataannya bisa mempengaruhi opini massa dan mengkonstruksi pemikiran publik.

Jika Jusuf Kalla melihat hanya dari sisi negatif peran distribusi informasi cepat, hal itu hanya akan mengarahkan pemikiran publik bahwa teknologi informasi cepat serta jejaring sosial juga negatif. Sebenarnya cukup mengejutkan juga seorang JK terkonstruksi pemikirannya dengan pandangan negatif terhadap teknologi dan jejaring sosial, hanya karena melihat ada yang memanfaatkan untuk perbuatan merugikan publik memicu konflik. Bukankah banyak hal positif juga bisa diambil, misalnya menggalang keprihatinan dan aksi bersama saat terjadi bencana?

Alangkah baiknya jika Jusuf Kalla melihat secara berimbang mengingat kelancarannya melenggang ke dunia politik juga karena dukungan tim sukses dan pendudukungnya mengkonstruksi pemikiran publik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). JK juga harus melihat bahwa kelancarannya dalam bertugas memimpin PMI juga ada peran penting TIK macam jejaring sosial facebook atau lainnya termasuk media online, blog dan microblog.

Socmed sebagai kekuatan baru
Dalam sebuah perbincangan dengan Andi S. Boediman, seorang creative entrepreneur, terungkap berbagai hal positif mengenai social media atau jejaring sosial sebagai sebuah platform newmedia. Diantara jejaring sosial bisa sebagai Media Marketing, termasuk "SMS" sebagai mobile marketing, dan ini sering kita lakukan namun kita lupa atau tidak mengerti bahwa kita sedang melakukan social media marketing atau mobile marketing.

Jejaring Sosial sebagai sumber pendapatan 
Dalam mengisi sebuah halaman jejaring sosial, dibutuhkan konten, ketika seseorang mengisi konten, ia menjadi penulis, ketika ia menulis dan disajikan di halamannya maka ia seorang blogger. Dan kita tahu banyak blogger, pengisi konten jejaring sosial, muncul sebagai manusia di kelas ekonomi baru dimana mereka mendatangkan nilai ekonomi dengan menjadi wirausahawan melalui blog atau social media wall-meski banyak juga kasus penipuan terjadi.

Enda Nasution dengan Politikana.com, Budi Putra dan Abang Edwin SA blogger yang kemudian menggawangi Yahoo! Indonesia, Kristupa Saragih dengan photo blog Fotografer.net, Wahyu Aditya Kementerian Desain, Arief Budiman dengan My Bothsides, demikian juga dengan Diana Rikasari, A+, adalah sedikit dari begitu banyak blogger yang membangun kelas ekonomi mereka melalui platform new media yang terintegrasi baik dengan menjadi pegiat social media, viral, mobile activities.

Jejaring Sosial  sebagai Kekuatan Sosial Politik

Sebagai aktifis social media atau pengisi konten, Andi S. Boediman dalam catatannya di ideonomics, Blogger merupakan kekuatan baru yang dapat menggugah kesadaran bersama dan menumbuhkan solidaritas antar blogger yang datang dari berbagai latar belakang suku, ras, agama, budaya, profesi dan pendidikan. Prita adalah salah satu contohnya, yang mendapat apresiasi para blogger (di berbagai social media) dan anggota berbagai milis sampai kemudian melakukan aksi bersama turun ke jalan. Itu satu contoh.

Contoh lainnya, dalam berbagai kejadian bencana dari tsunami, gunung meletus, gempa, banjir dan lainnya, aktifitas blogger banyak membantu baik dalam skala menyambung dan menyebarkan informasi, maupun mendorong solidaritas masyarakat untuk menyalurkan bantuan.

Terbukti apa kata Mahathir Muhammad bahwa pegiat social media online akan menjadi sebuah kekuatan sosial politik, dengan budaya baru. Tak jarang dalam lima tahaun terakhir, kekuatan politik baik itu partai maupun pemerintahan di dalam dan luar negeri, jatuh karena opini yang dibangun melalui jejaring sosial seperti facebook dan twitter, atau sebaliknya.

Jejaring sosial bagaikan pisau bermata dua, tergantung siapa dan untuk apa menggunakannya.

Tren baru Short Journalism

Jika pada awal booming internet terjadi kegempitaan aktivitas para blogger pegiat new media, tentu dengan tulisan yang agak panjang, atau sekadar dipanjang-panjangkan supaya terlihat intelek, dengan hadirnya facebook orang dibiasakan menulis semakin pendek dalam status 420 karakter. Bahkan begitu twitter juga mendarat di perangkat TIK maupun gadget, masyarakat dibiasakan menulis hanya dalam 160 karakter, yang saya katakan di depan Majelis Jurnalistik sebagai Short Journalism.

Dalam short journalism ini penulis konten dipaksa menuliskan hard news yang sangat pendek, sehingga seringkali tak memuat unsur berita yang terdiri dari 5W1H, meski bisa saja untuk menyampaikan satu informasi itu, dilakukan dalam beberapa kali unggah sehingga tak hanya satu kali tampil tapi bergandengan menjadi sebuah tweet line (TL) bersambung.

Itulah yang membedakan blog pada umumnya yang lebih panjang dengan ruang lebih luas, sehingga bisa mengurai kedalaman pemahaman dan analisa, yang kemudian makin dibuat simple dalam sebuah status jejaring sosial seperti facebook dan makin ringkas lagi sebagai status pendek dalam tweet line twitter yang kebanyakan dipakai untuk menyampaikan informasi terkini atau real time.

Dalam mengikuti TL, jangan sepotong-sepotong supaya nyambung dalam menyimpulkan segala sesuatu.[*]

PROMO PAKET UMRAH

TIKET KAI NATAL/TAHUN BARU 2024

×
Berita Terbaru Update