![]() |
Lurah kelurahan Kebon Pala Faisal Rizal, M.Kes., NLP., di angkutan umum mikrotrans. (dokpim). |
Oleh: Mahar Prastowo
Pagi itu berbeda. Matahari belum betul-betul menampakkan dirinya, tapi jalan-jalan di Kebon Pala, Kecamatan Makasar Jakarta Timur, sudah riuh pelan oleh langkah-langkah kaki ASN. Bukan deru mobil dinas yang biasa membelah jalan, melainkan derap sepatu pantofel yang turun dari pintu TransJakarta. Ada pula yang menunggu lama JakLingko datang, lalu tergesa menaiki, diam di pojok, menunduk, setengah panik, atau ragu bakal sampai tepat waktu. Apalagi sedang banyak galian PAM menghalang laju moda transportasi.
Satu per satu turun. Di depan halte kecil yang hanya berupa plang sederhana, atau di sisi jalan yang tak ada marka. Di antara mereka tampak Lurah Kebon Pala, Faisal Rizal, M.Kes, NLP. Ia mengenakan kemeja putih bersih, tas jinjing kecil dipegangnya. Begitu turun dari angkutan umum, ia tak sempat menyapa siapa pun. Langsung berjalan cepat menuju kantor kelurahan. Beruntungnya, ia lebih pagi datang ketimbang yang lain.
Hal tak sama terjadi pada kasipem, Sigit Priyono, ia datang saat jam sudah menunjuk pukul 07.28. Dua menit sebelum absensi pagi tertutup.
***
Ada yang ganjil di hari Rabu kini. Di Jakarta, dan di tempat-tempat seperti Kebon Pala, hari Rabu mendadak menjadi hari yang penuh keraguan dan ketergesa-gesaan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak akhir April 2025 memberlakukan sebuah kebijakan: ASN wajib naik angkutan umum setiap hari Rabu. Kebijakan itu terang saja dimaksudkan sebagai upaya mempromosikan transportasi publik. Ia datang dengan logika sederhana yang ingin menyentuh sisi yang paling manusiawi dari seorang pegawai negeri: merasakan apa yang warga rasakan.
Tetapi sebuah kebijakan, betapapun mulianya, akan selalu berhadapan dengan medan. Dan medan, kata orang-orang tua, tak pernah tunduk sepenuhnya pada niat baik.
---
Di Kebon Pala, medan itu adalah: minimnya rute JakLingko yang tepat waktu, ragu-ragunya jalur mikrotrans, dan jarak yang tak bisa disingkat oleh kehendak. ASN yang biasanya tiba pukul 07.15 kini baru tampak tergopoh lima menit sebelum batas akhir. Mereka bukan tak berniat tepat waktu—mereka hanya belum sepenuhnya menguasai peta baru bernama “rutinitas Rabu”.
Bagi ASN, ini semacam latihan empati yang nyata.
Bagi Faisal Rizal, lurah yang dikenal supel dan lincah di lapangan, ini adalah ikhtiar pribadi untuk menanggalkan privilese jabatan, meski hanya sehari dalam seminggu. “Saya ingin anak buah saya tahu, saya juga naik angkutan umum pagi ini,” ucapnya pendek.
Ia datang lebih pagi dari ASN lain, sebuah contoh kepemimpinan yang baik dan patut ditiru.
---
Yang menarik dari kebijakan “Rabu Naik Umum” ini bukan semata soal transportasi. Ini bukan sekadar urusan BBM, polusi, atau kemacetan. Ini adalah perihal gengsi yang mesti dilucuti, dan kenyataan bahwa birokrasi harus turun kembali menjadi seperti warga pada umumnya.
Naik moda transportasi umum bukan hal baru. Tapi ketika ia diwajibkan, ia menimbulkan tanya: mengapa selama ini kita menjauh darinya?
---
Saya membayangkan seorang ASN yang biasa pakai mobil sendiri, kini berdesakan di mikrotrans, menatap keluar jendela, melihat anak-anak berangkat sekolah. Barangkali di situ belajar sesuatu: bahwa jalanan Jakarta mengajarkan keberpihakan yang tidak bisa diketik dari balik meja. Ia harus dialami. Tak melulu naik mobil berplat merah.
Kebijakan ini barangkali tidak akan membuat revolusi transportasi. Tapi ia membuka satu pintu: untuk melihat kota dari mata yang lebih rendah. Dari bangku berjajar di dalam bus. Dari halte yang basah karena gerimis. Dari jalan kecil yang dilewati sambil setengah berlari agar absen tidak terlewat.
---
Faisal Rizal sempat tertawa kecil. Katanya, “Minggu depan saya coba naik lebih pagi.”
Dan saya percaya, dalam kalimat itu ada satu bentuk kepemimpinan yang jarang kita temui: kepemimpinan yang dimulai dari kaki, bukan dari suara.
Rabu pagi, di Jakarta, kini punya makna lain. Dan seperti biasa, makna bukanlah sesuatu yang dicipta pemerintah. Ia tumbuh sendiri, di sela langkah dan keringat para pegawai yang sedang turun dari singgasana.
---
Catatan:
Kebijakan ini tertuang dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2025, yang mewajibkan ASN menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu. Pelaporan dilakukan melalui swafoto kehadiran, dengan rekapitulasi dikirim ke Gubernur melalui Dinas Perhubungan dan BKD. Moda yang diperbolehkan antara lain TransJakarta, MRT, LRT, KRL, dan JakLingko.
Tidak ada komentar