TABLOIDLUGAS.COM | Pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang pernah mengatakan bahwa standar hidup pekerja di Jakarta adalah Rp 4 juta menimbulkan blunder. Ucapan Ahok tersebut dijadikan acuan oleh kaum buruh di Jakarta menuntut kenaikan upah menjadi Rp 3,7 juta.
Dikhawatirkan beberapa perusahaan asing yang menganggap kenaikan yang terlalu besar dan merasa tidak mampu menyanggupinya akan hengkang keluar negeri, sehingga akan menciptakan pengangguran massal.
Seperti diketahui, Forum Buruh DKI Jakarta menuntut agar Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2014 dinaikkan menjadi Rp 3,7 juta.
Sekjen Forum Buruh DKI Jakarta Muhammad Toha mengatakan, tuntutan itu mengacu pada pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang pernah mengatakan bahwa standar hidup pekerja di Jakarta adalah Rp 4 juta.
“Sekarang kami menghendaki adanya kenaikan sekitar Rp 3,7 juta, angka itu tidak mengada-ada,” kata Toha dalam konferensi pers KSPI, di Hotel Mega Pro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2013).
Hal tersebut ditanggapi oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indoenesia (Apindo) Sofjan Wanandi yang menyatakan, bahwa pengusaha akan sulit mengabulkan tuntutan buruh menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2013 menjadi sebesar Rp 3.700.000.
“Saya pikir (pengusaha) pasti enggak bisa. Dia (buruh) boleh minta berapa saja. Tapi kalau kenyataannya kita enggak bisa memenuhi, silakan cari kerjaan di tempat lain. Kita enggak memaksa mereka (bertahan). Mundur saja,” ujar Sofjan, di kantornya, di Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Sofjan mencontohkan, pemutusan hubungan kerja dilakukan empat perusahaan asal Korea Selatan (PT Winer 3, PT Hansol 1, PT Hensai 5, dan PT Olimpic) yang beroperasi di Cakung, Jakarta Timur, cukup membuktikan industri manufaktur tak sebesar yang dibayangkan buruh.
Margin keuntungan industri garmen, menurut Sofjan, minim sehingga pengusaha akan mempertimbangkan pindah jika ditekan dengan permintaan upah tinggi. Tipikal perusahaan asing, ujar Sofjan, sekali keluar dari suatu negara tidak akan kembali lagi, dan memilih luar negeri yang jauh lebih kompetitif.
“Masalahnya mereka nuntut terus yang kita enggak mampu. Ya memang karena itu (tuntutan upah tinggi), karena enggak kuat lagi mereka (empat perusahaan tersebut) pindah ke Kamboja dan Myanmar,” lanjut Sofjan.
“Kalau perusahaan domestik, pasti pindah ke Jawa Tengah. Tapi kan mereka enggak tahu, karena tekanan politik, besok mungkin (UMP) Jateng bisa sama tinggi dengan Jakarta. Kalau (Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama) bisa kasih kerjaan, jangan minta sama kita,” ujarnya lagi.
Sebagaimana dikabarkan, Forum Buruh DKI Jakarta menuntut agar Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2014 dinaikkan menjadi Rp 3,7 juta. Sekjen Forum Buruh DKI Jakarta Muhammad Toha mengatakan, tuntutan itu mengacu pada pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang pernah mengatakan bahwa standar hidup pekerja di Jakarta adalah Rp 4 juta.
“Sekarang kami menghendaki adanya kenaikan sekitar Rp 3,7 juta, angka itu tidak mengada-ada,” kata Toha dalam konferensi pers KSPI, di Hotel Mega Pro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2013).
Dikhawatirkan beberapa perusahaan asing yang menganggap kenaikan yang terlalu besar dan merasa tidak mampu menyanggupinya akan hengkang keluar negeri, sehingga akan menciptakan pengangguran massal.
Seperti diketahui, Forum Buruh DKI Jakarta menuntut agar Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2014 dinaikkan menjadi Rp 3,7 juta.
Sekjen Forum Buruh DKI Jakarta Muhammad Toha mengatakan, tuntutan itu mengacu pada pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang pernah mengatakan bahwa standar hidup pekerja di Jakarta adalah Rp 4 juta.
“Sekarang kami menghendaki adanya kenaikan sekitar Rp 3,7 juta, angka itu tidak mengada-ada,” kata Toha dalam konferensi pers KSPI, di Hotel Mega Pro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2013).
Hal tersebut ditanggapi oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indoenesia (Apindo) Sofjan Wanandi yang menyatakan, bahwa pengusaha akan sulit mengabulkan tuntutan buruh menaikkan upah minimum provinsi (UMP) 2013 menjadi sebesar Rp 3.700.000.
“Saya pikir (pengusaha) pasti enggak bisa. Dia (buruh) boleh minta berapa saja. Tapi kalau kenyataannya kita enggak bisa memenuhi, silakan cari kerjaan di tempat lain. Kita enggak memaksa mereka (bertahan). Mundur saja,” ujar Sofjan, di kantornya, di Jakarta, Selasa (20/8/2013).
Sofjan mencontohkan, pemutusan hubungan kerja dilakukan empat perusahaan asal Korea Selatan (PT Winer 3, PT Hansol 1, PT Hensai 5, dan PT Olimpic) yang beroperasi di Cakung, Jakarta Timur, cukup membuktikan industri manufaktur tak sebesar yang dibayangkan buruh.
Margin keuntungan industri garmen, menurut Sofjan, minim sehingga pengusaha akan mempertimbangkan pindah jika ditekan dengan permintaan upah tinggi. Tipikal perusahaan asing, ujar Sofjan, sekali keluar dari suatu negara tidak akan kembali lagi, dan memilih luar negeri yang jauh lebih kompetitif.
“Masalahnya mereka nuntut terus yang kita enggak mampu. Ya memang karena itu (tuntutan upah tinggi), karena enggak kuat lagi mereka (empat perusahaan tersebut) pindah ke Kamboja dan Myanmar,” lanjut Sofjan.
“Kalau perusahaan domestik, pasti pindah ke Jawa Tengah. Tapi kan mereka enggak tahu, karena tekanan politik, besok mungkin (UMP) Jateng bisa sama tinggi dengan Jakarta. Kalau (Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama) bisa kasih kerjaan, jangan minta sama kita,” ujarnya lagi.
Sebagaimana dikabarkan, Forum Buruh DKI Jakarta menuntut agar Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2014 dinaikkan menjadi Rp 3,7 juta. Sekjen Forum Buruh DKI Jakarta Muhammad Toha mengatakan, tuntutan itu mengacu pada pernyataan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang pernah mengatakan bahwa standar hidup pekerja di Jakarta adalah Rp 4 juta.
“Sekarang kami menghendaki adanya kenaikan sekitar Rp 3,7 juta, angka itu tidak mengada-ada,” kata Toha dalam konferensi pers KSPI, di Hotel Mega Pro, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2013).
(Lugas/CahayaReformasi)
Tidak ada komentar