TABLOIDLUGAS.COM | Jakarta
- Peredaran Tabloid Obor Rakyat yang diduga melibatkan Setiyardi dan
rekannya seangkatan di Majalah Tempo, Darmawan Sepriyossa, sontak
membuat perhatian publik kembali kepada soal independensi media. Tabloid
Obor Rakyat, dalam keterangan berbagai pihak dinilai mendiskreditkan
pasangan capres-cawapres Jokowi-Kalla.
Mahar Prastowo dari Writerpreneur Forum yang salah satu kegiatannya adalah memproduksi isu - isu sesuai pesanan klien, mengatakan bahwa perihal Tabloid Obor Rakyat itu hal biasa, apalagi ini terkait dengan tahun politik.
"Kalau sampai hal seperti ini diperkarakan, kenapa hanya Tabloid Obor Rakyat saja? Media tersebut hanya menampung secara khusus salah satu isu yang dikumpulkan dari sumber berita berupa status dan grafis di jejaring sosial, kenapa tak perkarakan saja akun-akun di jejaring sosial itu?" tukas instruktur agitasi dan propaganda ini.
Mahar juga menilai bahwa Tabloid Obor Rakyat hanya merekam perilaku masyarakat di jejaring sosial, dan karena pengelola merasa bahwa konten yang ditulis memiliki urgensi untuk diketahui publik yang tidak menggunakan jejaring sosial, maka kemudian dikumpulkan, dirangkum dalam sebuah tabloid. "Sekarang tergantung pembaca, ini era keterbukaan informasi publik, kalau suka silakan ambil dan baca, jika tidak suka ya tinggalkan saja. Seperti halnya kita melihat sebuah status di facebook atau gambar, silakan klik suka bahkan berkomentar, kalau tidak suka silakan tandai sebagai spam, atau sembunyikan dari kronologi. Selesai," terang Mahar.
"Itu
hanya pengembangan dari isu yang berseliweran di media sosial, jadi
tabloid Obor Rakyat sudah menjadi sumber referensi sekunder, karena ia
hanya kumpulan isu dari sumber lain yang merupakan media publik atau
jejaring sosial sebagai ruang bebas berekspresi berkat kemajuan
teknologi, kita hidup bukan di zaman batu, selayaknya kepemilikan
perangkat dan penguasaan teknologi juga dibarengi dengan kedewasaan
menggunakannya, dan kedewasaan menyikapi setiap keluaran dari
perangkat-perangkat digital itu," terang penulis buku pencitraan Jokowi yang naas karena bukunya dibajak hingga difilmkan ini.
"Memang
lazimnya media kampanye pun memperhatikan etika dan supaya lebih
bersifat mendidik bagi masyarakat dengan mengedepankan sosialisasi visi -
misi kontestan yang diusungnya, ketimbang melakukan black campaign
terhadap salah satu kandidat," terang Mahar.
Terhadap penerbitan Tabloid Obor Rakyat, kubu Joko Widodo - Jusuf Kalla telah melakukan sejumlah tindakan, bahkan kabarnya kini BIN juga bekerja mencari Setiyardi.
"Saya kira bukan BIN sebagai lembaga, melainkan perorangan saja, itu karena ada AM Hendropriyono sebagai tim pemenangan Jokowi-JK," ujar Mahar.
Terhadap penerbitan Tabloid Obor Rakyat, kubu Joko Widodo - Jusuf Kalla telah melakukan sejumlah tindakan, bahkan kabarnya kini BIN juga bekerja mencari Setiyardi.
"Saya kira bukan BIN sebagai lembaga, melainkan perorangan saja, itu karena ada AM Hendropriyono sebagai tim pemenangan Jokowi-JK," ujar Mahar.
Terhadap
Setiyardi, ia menilai yang dilakukan masih dalam kewajaran. Tabloid
hanya salah satu alat peraga kampanye disamping aneka bentuk alat peraga
lainnya. Menurutnya media kampanye tidak sama dengan media massa atau
surat kabar umum yang terikat dengan kode etik dan perundang-undangan.
"Itu kan bagian dari perang urat syaraf antar pendukung kontestan dalam rangka memenangkan kandidatnya, jika tidak siap perang ya mundur saja, apakah yang mundur kandidatnya atau tim pemenangannya," kata Mahar.
Pun demikian, tuduhan sebagai kampanye hitam tak serta merta dapat diarahkan ke kubu Prabowo-Hatta atas terbitnya Obor Rakyat, karena penelusuran sementara tidak menunjukkan bahwa Obor Rakyat bagian dari struktur tim kampanye pemenangan. "Bisa jadi ini hanya ekspresi pendukung saja, sama halnya dengan orang secara spontan berekspresi di jejaring sosial, hanya saja dengan cara lebih terencana. Setiap simpatisan sah-sah saja berekspresi mendukung kandidat jagoannya dengan cara masing-masing," kata Mahar, yang juga aktif mengelola manajemen kampanye melalui writerpreneur forum dengan alamat Whatsapp +62816965314.
"Itu kan bagian dari perang urat syaraf antar pendukung kontestan dalam rangka memenangkan kandidatnya, jika tidak siap perang ya mundur saja, apakah yang mundur kandidatnya atau tim pemenangannya," kata Mahar.
Pun demikian, tuduhan sebagai kampanye hitam tak serta merta dapat diarahkan ke kubu Prabowo-Hatta atas terbitnya Obor Rakyat, karena penelusuran sementara tidak menunjukkan bahwa Obor Rakyat bagian dari struktur tim kampanye pemenangan. "Bisa jadi ini hanya ekspresi pendukung saja, sama halnya dengan orang secara spontan berekspresi di jejaring sosial, hanya saja dengan cara lebih terencana. Setiap simpatisan sah-sah saja berekspresi mendukung kandidat jagoannya dengan cara masing-masing," kata Mahar, yang juga aktif mengelola manajemen kampanye melalui writerpreneur forum dengan alamat Whatsapp +62816965314.
"Biarlah yang mengadili itu publik, toh yang pro dan kontra akan cukup bijak jika bersikap wajar terhadap media tersebut. Kalau perlu lakukan balasan dengan menerbitkan media serupa, janganlah terlalu dibesar-besarkan seolah terdholimi, nasib serupa juga dialami kubu Prabowo-Hatta, bahkan intensitasnya lebih tinggi, hanya saja berbeda dalam menanggapinya, disini terlihat kedewasaan dan kematangan politik masing-masing kubu," pungkas Mahar, [L/Agus]
Tidak ada komentar