LUGAS | JAKARTA – Cara dan tindakan yang dilakukan kelompok H. Ansyori yang mengaku Ahli Waris dari H. Asmawi, telah memakan korban (warga di cekik preman) saat tengah terjadi proses pemasangan pagar di lahan yang merupakan 'tanah timbul' seluas 2,5 Hektar yang tengah sengketa, berlokasi di gang Beo 1 dan 2, RT 013/04 Pulo Gebang Kecamatan Cakung, Jakarta Timur disesalkan Ketua Paguyuban Gang Beo, Dingot Naibaho dengan didampingi wakilnya, JF Kennedy
Pria yang tengah memperjuangkan warga termajinalkan itu menyebut tindakan yang dilakukan H. Ghofur cs tim H. Ansyori tersebut bergaya preman. “Sebab kayak gitu kan, melakukan intimidasi dan aroma gaya-gaya preman namanya. Mana bisa mengakui tanpa ada bukti,” kata Dingot, saat ditemui awak media setelah pertemuan Mediasi sengketa lahan antara warga gang Beo dan ahli Waris dengan Agenda ; Rapat Koordinasi membahas pengaduan Warga gang Beo RT 013/04 Pulo Gebang Cakung Jakarta Timur, yang berlangsung di ruang Rapat IV Blok A Kantor Walikota Administratif Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta pada, Selasa (12/9/2017)
Dingot menilai, lebih baik pihak H. Ansyori melakukan tuntutannya di pengadilan, bukan dengan cara ingin menguasai (menduduki) lahan di wilayah segitiga 'Permai' tersebut. Menurutnya, biarlah pengadilan yang memutuskan pihak mana yang berhak atas persoalan lahan tersebut.
"Tindakan Intimidasi yang dialami warga selama ini terhadap warga Gang Beo itu perlu ditolong, intimidasi yang saya maksud disini adalah satu panggilan polisi yang diduga tidak mendasar, kedua adanya preman-preman yang melakukan tindakan-tindakan (tak patut) datang secara bergerombol karena (diduga) ada yang bayar, ada yang mengorganisir," ujarnya kepada awak media
Hal tersebut mengakibatkan para perempuan dan anak-anak mengalami 'trauma'. Dan disini peran Komnas HAM Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) harus ada campur tangannya
Seperti diketahui Pemprov DKI juga pernah berurusan dengan persoalan sengketa lahan, seperti yang terjadi di lahan diatas bekas kantor Wali Kota Jakarta Barat, beberapa waktu silam. Pemerintah DKI Jakarta kalah dalam sengketa pemilikan tanah di Jalan S Parman, Grogol, Jakarta Barat tersebut. Kantor tersebut kemudian dibongkar karena lahan di sana menjadi milik sah Yayasan Sawerigading Jakarta, melalui surat keputusan Nomor 43/2003 eks Jo No 194/PDT.G/1996/PN Jakbar tentang Permohonan Tindak Lanjut Eksekusi.
Dan jika nantinya ditemukan ada perbuatan pejabat menyalahgunakan wewenang dengan pihak ketiga, terkait kasus sengketa lahan, maka akan terkena Pasal 264, 266, dan 263 KUHP atau Pasal 23 Nomor 31 Tahun 1999 yang diperbaharui menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, larangan pemakaian tanah tanpa izin yang berhak atas kuasanya.
Dingot juga mengharapkan ada penyelesaian yang adil dalam kasus sengketa lahan yang tengah diperjuangkannya. "Saya berharap Pak Walikota bisa melakukan apa yang telah dilakukan Pak Jokowi saat menjabat Walikota di Solo dengan cara menata daerah-daerah kumuh, untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat karena saya merasa mengamati enam bulan terakhir ini sangat tidak pantas kehidupan warga itu dengan kondisi seperti saat ini," imbau Ketua Paguyuban Warga Gg Beo tersebut
"Wilayah DKI Jakarta istilahnya merupakan Barometer Indonesia kecil yang bahwa Bagaimana pun kehidupan di Jakarta itu yang menjadi tolak ukurnya untuk daerah-daerah lain serta dunia luar. Kalau sementara daerah kumuh seperti begini saja nggak jelas sementara kitanya juga warganya kayaknya tidak berdaya menghadapi masalah ini, sangat miris," tandasnya. (tsf)
Tidak ada komentar