LUGAS | Jakarta - Polemik Nikah siri akan mencuat ke permukaan apabila menimpa publik figure terutama yang ada sangkut paut dengan pemerintahan.
Seperti yang terjadi pada Indra Napitupulu Dengan oknum polwan bernama AKP RU, yang dilakukan Kepala Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang HR, harus dilaporkan ke Pengadilan Agama.
Sesuai PP No. 45 tahun 1990 untuk oknum ASN sudah ada aturanya untuk menikah siri atau poligami. Dan apabila dilanggar maka oknum tersebut (ASN) dapat dikenakan sangsi minimal turun pangkat bahkan pemberhentian dari ASN. Sesuai dengan PP no 53 tahun 2010 tentang sangsi kedispilan ASN.
"Jadi MUI menyarankan persoalan Kepala KUA menikah siri kan PNS, lapor ke Pengadilan Agama, sebab pengadilan Agama lah yang menentukan hukuman masalah tersebut," ungkap Humpers MUI Pusat Urip Jalal Abdu, kepada wartawan saat ditemui kantor MUI Pusat, Senin (17/2/2020).
Sebelumnya anggota MUI Pusat H. Imam Addaruqutni saat ditemui beberapa media di kantor Pusat MUI, Jakarta. Imam Addaruqutni menegaskan MUI tidak menganjurkan umat Islam menikah siri karena tidak berdasar hukum atau pengakuan negara. Sebab nikah siri akan rentan terjadi sengketa berkepanjangan.
“MUI mengimbau masyarakat agar menikah secara resmi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ucap Imam Addaruqutni di Jakarta, beberapa hari lalu.
Sekretaris General Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia ini juga berujar meskipun nikah siri disahkan secara agama, namun pernikahan tersebut tetap tidak memiliki kekuatan hukum. Jika nikah siri dilakukan, maka akan menyebabkan kerugian bagi istri maupun anak di kemudian hari, karena tidak berdasar hukum.
Pernikahan seperti itu, lanjutnya, seringkali menimbulkan dampak negatif bagi istri dan anak yang dilahirkan. Hal-hal yang merugikan di antaranya perihal hak-hak mereka seperti nafkah ataupun hak kewarisannya.
Jika ingin menuntut pemenuhan hak-hak tersebut, juga seringkali mengalami sengketa, karena tidak adanya bukti catatan resmi perkawinan yang sah.
Guna menghindari kemudaratan, MUI sepakat bahwa pernikahan harus dicatatkan secara resmi di instansi yang berwenang. Imam Addaruqutni menambahkan pernikahan di bawah tangan atau nikah siri dapat disahkan hukumnya apabila memenuhi syarat dan rukun nikah.
Adapun rukun pernikahan dalam Islam antara lain dihadiri pengantin laki-laki, pengantin perempuan, wali, dua orang saksi laki-laki, mahar sekaligus ijab dan kabul. Meski begitu, pernikahan tetap bisa dapat dikatakan haram apabila menimbulkan mudarat (dampak negatif).
“Pernikahan merupakan institusi yang sakral yang harus dijaga dan dipelihara. Tidak boleh direndahkan dan dijadikan sebagai komoditas perdagangan semata. Jika hal tersebut terjadi maka sama halnya merendahkan nilai-nilai kemanusiaan,” papar Imam Addaruqutni.
Saat ditanya ada Kepala KUA yang menjadi wali nikah siri. Imam menjelaskan itu sudah tidak benar, dan bisa-bisa di pecat. Seharusnya sebagai Kepala KUA sudah paham persis hukum yang dikeluarkan oleh MUI.
“Kalau ada Kepala KUA yang menjadi wali nikah siri, kalau kedapatan pasti dipecat. Itu sudah pelanggaran berat,” tegas Imam Addaruqutni.
Apalagi saat wartawan menanyakan bahwa nikah siri tersebut dilakukan oleh oknum PNS, seperti Polisi, TNI, dan Pegawai Negri diperintahan Pemkot, Pemkab, atau Gubernur, Imam Addaruqutni memperjelas itu tidak diperbolehkan. Karena sudah ada aturannya.
“Seharusnya Kepala pemerintahan atau polisi, TNI sudah memberi sangsi terhadap pelaku tersebut, itu bisa diturunkan pangkat, di pecat dan lain-lain,” tegasnya.
- Agus Wiebowo
Tidak ada komentar