Untuk Keluar dari Predikat Daerah Tertinggal, Pulau Taliabu Harus Memacu 6 Aspek ini


LUGAS | Generasi muda Kabupaten Pulau Taliabu gelisah. Pasalnya, kampung halaman mereka itu dalam predikat sebagai Daerah Tertinggal (DT) menurut Perpres Nomor 63 tahun 2020.

Untuk menjawab kegelisahan itu,  Prof. Ir. Sumbangan Baja, M.Phil, Ph.D., Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Infrastruktur Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makasar, memberikan sebuah catatan kecil seputar Perpres 63/2020 dimana Kab P. Taliabu masuk dalam kategori Daerah Tertinggal (DT).

Prof. Ir. Sumbangan Baja, M.Phil, Ph.D., menguraikan bahwa predikat DT didapatkan dengan cara membandingkan perkembangan daerah tersebut dengan daerah-daerah lain secara nasional.

Secara terperinci dan gamblang Prof. Ir. Sumbangan Baja, M.Phil, Ph.D., yang merupakan putra daerah Taliabu menguraikannya di bawah ini.


Wilayah dan Perkembangan Masyarakat

Pertama, Daerah Tertinggal (DT) adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. "Jadi, DT itu dua fokusnya, yaitu wilayahnya dan juga masyarakatnya yang kurang berkembang," ujar pria kelahiran Tabona, 29 Desember 1963 ini.

Lebih jauh ia menjelaskan mengenai pembanding pada skala nasional berdasarkan kriteria yang meliputi 6 hal yaitu perekonomian masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, kemampuan keuangan daerah, aksesibilitas dan  karakteristik daerah. 

"Dengan definisi itu, maka berat memang untuk daerah otonomi baru (DOB) yang berasal dari daerah induk yang juga tertinggal untuk tidak masuk dalam kategori DT. Perpres Nomor 63 telah menetapkan di Maluku Utara, hanya ada dua kabupaten yang masuk kategori DT, yakni Kabupaten Kepulauan Sula-yang merupakan induk Kabupaten Pulau Taliabu sebelumnya, dan Kabupaten Pulau Taliabu," terang Prof. Sumbangan Baja.



Kinerja Daerah

"Kemudian yang kedua, dalam penilaian dengan kriteria jamak (multikriteria) seperti ini, kriteria yang berkinerja baik akan tertutupi atau terdegradasi oleh yang berkinerja tidak baik. Sehingga enam kriteria diatas, yakni perekonomian masyarakat, SDM, sarpras, kemampuan keuangan, aksesibilitas, dan karakteristik daerah, memang harus menjadi perhatian selama kurang lebih 7 (tujuh) tahun membangun," ujar Sumbangan Baja, sarjana lulusan terbaik ilmu Tanah  Fakultas Pertanian UNHAS tahun 1989 ini.

Untuk keluar dari kategori DT, Sumbangan Baja menilai perlu perhatian serius untuk memacu ketertinggalan 6 aspek tersebut diatas secara simultan, melalui Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP) yang realistis-terimplementasi. Penegasan kata “kurang berkembang” dalam Perpres 63 tersebut berarti ada aspek “waktu.”


Pertumbuhan Ekonomi Riil

"Ketiga, tanpa ada rating dari ahlipun, awam dapat merasakan realitas. Di daerah ini perekonomian masyarakat mulai tumbuh meskipun lamban, kemampuan keuangan given untuk DOB, dan karakteristik daerah merupakan modal besar. Namun, daerah ini masih sangat rendah dan tertinggal khususnya pada kriteria SDM, sarpras, dan aksesibilitas," terang Prof. Sumbangan Baja.

Tiga aspek tersebut, demikian disampaikan peraih gelar Magister dari Massey University New Zealand dalam bidang Remote Sensing & Geographic Information Systems (GIS)  ini, menjadi pemicu utama tumbuhkembangnya perekonomian daerah baik jangka pendek maupun panjang. Tentu, masalah yang dihadapi oleh semua DOB adalah keterbatasan anggaran untuk pembiayaan seluruh sektor pembangunan. Namun, diperlukan strategi untuk fokus pada sektor-sektor strategis, yang sekaligus menjadi node (simpul) dari seluruh komponen pembangunan yang mejadi kebutuhan masyarakat saat ini.


Kerja Keras Semua Pihak

"Keempat, kerja keras dibutuhkan. Kemajuan daerah ini saya kira bukan hanya terletak pada pemerintah semata, namun ditangan semua komponen: pemerintah, dunia usaha, masyarakat dan juga wakil masyarakat, dan para cendekia dan kaum terpelajar generasi muda Taliabu," ujar Prof. Sumbangan Baja.

Lanjutnya, "kita berharap, oleh pemerintah, KRP sektor-sektor strategis dipacu dengan timelines yang terstruktur, dan dengan komitment yang kuat, serta memastikan bahwa seluruh komponen terlibat (dilibatkan) pada porsi dan posisinya masing-masing.


Komitmen

"Kelima adalah komitmen. Komitmen, pasangannya adalah transparansi. Transparansi selalu tertuju pada keberpihakan kepada  seluruh masyarakat. Transparansi memunculkan  trust  (rasa percaya) dari masyarakat bahwa pembangunan wilayah dan masyarakat Taliabu adalah untuk semua," pungkas  Profesor bidang GIS & Landtise Planning dengan konsentrasi Spatial Modeling ini.



Sekilas Kabupaten Taliabu

Kabupaten Pulau Taliabu adalah salah satu kabupaten di provinsi Maluku Utara. Pulau Taliabu merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kepulauan Sula yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI pada 14 Desember 2012 dengan pusat pemerintahan di Bobong. Luas wilayah 15.078,05 km² dengan jumlah penduduk saat pemekaran menjadi DOB sebanyak 56.135 jiwa.

Wilayah Kabupaten Pulau Taliabu terbagi menjadi 8 (delapan) kecamatan yaitu Taliabu Barat dengan ibukota Bobong, Taliabu Barat Laut dengan ibukota kecamatan di  Nggele, Taliabu Timur dengan ibukota kecamatan di Samuya, Taliabu Timur Selatan (Losseng), Taliabu Selatan (Pancadu),  Taliabu Utara (Gela),  Lede  (Lede), Tabona dengan ibukota kecamatan juga di  Tabona.


Tim Redaksi LUGAS Pulau Taliabu
Editor: Mahar Prastowo

Tidak ada komentar