Terpilih Sebagai Ketum MUI, Kyai Miftah Minta Ulama Tingkatkan Peran Ditengah Era Disrupsi Teknologi



LUGAS | Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat melalui  Musyawarah Nasional (Munas) X menetapkan KH Miftachul Akhyar sebagai Ketua Umum terpilih periode 2020-2025. Pemilihan ini melalui sidang formatur tujuh belas orang yang berlangsung Jumat (27/11) pukul 00.00 sampai 01.30 di Hotel Sultan, Jakarta.

Munas ini diikuti oleh utusan dari Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Provinsi seluruh Indonesia secara online dan offline. Sebanyak 130 peserta hadir secara offline (luring) dan 300 peserta online (daring).

Dengan terpilihnya sebagai Ketua Umum MUI ke-8, Kiai Miftah yang merupakan Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul ulama (PBNU) sejak 2018 menggantikan posisi Kiai Ma’ruf. Sebagaimana diketahui saat ini Ketua Umum MUI ke-7 itu kini menjadi Wakil Presiden RI dan Ketua Dewan Pertimbangan MUI.

Kyai kharismatik dan berpengaruh di kalangan warga Nahdhatul Ulama (NU) ini lahir di Surabaya, 1 Januari 1953.

Usai terpilih, KH Miftahul Akhyar meminta seluruh pengurus MUI terpilih pada Musyawarah Nasional (Munas) X untuk bisa terus memberikan pencerahan terhadap umat ditengah maraknya disrupsi teknologi.

“Situasi kondisi yang mungkin bisa disebut sebagai zaman disrupsi teknologi saat ini merupakan sebagai kewajiban kita sebagai pewaris para anbiya, untuk bisa memberikan pencerahan pada umat sekaligus tanggung jawab kita sebagai mitra pemerintah,” kata Kiai Miftah dalam pidato pertamanya usai terpilih sebagai Ketum MUI.

Kiai Miftah dengan kesederahanaan hatinya mengatakan berat mengemban amanah sebagai Ketua Umum MUI yang baru. Namun, ia berharap dukungan dari pengurus ke depan MUI bisa terus memberikan nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

“Saya dengan berat sekali, namun karena dukungan semuanya, insyallah kami harapkan MUI pada periode 2020-2025 ini semoga akan ada nilai-nilai tambah dalam kehidupan kita,” kata Kiai Miftah.

Kyai Miftah juga mengingatkan bahwa keberadaan Indonesia sebagai negara  dengan penduduk muslim terbesar tak hanya mengandalkan jumlah, namun  produknya yang saat ini dinantikan oleh bangsa di seluruh dunia.

“Karena itu sebagai pilihan seperti situasi dan kondisi kita punya kewajiban memberikan solusi demi kemaslahatan ummat,” ucapnya.

Kyai Miftah di awal pandemi adalah ulama yang concern menyorot pemetaan zonasi persebaran Virus Corona dari lingkup terkecil seperti desa-desa, guna menjadi acuan pelaksanaan Surat Edaran Menteri Agama tentang Panduan Ibadah di Bulan Ramadhan di tengah wabah Corona.

Ia juga  ulama yang memiliki perhatian terhadap isu Palestina yang ditunjukkan dalam Webinar Internasional bertema “Ulama Nusantara Bela Al-Aqsha”. Webinar  diikuti sejumlah ulama dari Palestina dan sejumlah negara Asia pada September 2020.


Tentang KH Miftahul Akhyar

Kyai Miftah  lahir di Surabaya pada 1 Januari 1953 dari keluarga NU, merupakan putra Pengasuh Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Rangkah, KH Abdul Ghoni, dan merupakan anak kesembilan dari 13 bersaudara.

Ia  pernah menempuh pendidikan sebagai santri di Pondok Pesantren Tambak Beras, Ponpes Sidogiri (Jawa Timur), dan Ponpes Lasem (Jawa Tengah).

Kemudian Miftah mendirikan Pondok Pesantren Miftachus Sunnah di Kedung Tarukan, Tambak Sari, Surabaya, pada 1982, sebagai jawaban atas kegelisahannya ingin menciptakan relijiusitas di tengah masyarakat.

Sepak terjangnya di kepengurusan NU diawali saat ia menjabat sebagai Rais Syuriyah PCNU Surabaya periode 2001-2005, kemudian Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur 2007-2018, dan naik menjadi Wakil Rais Aam PBNU, hingga kemudian menjadi Pj Rais Aam PBNU 2018-2020.



LUGAS/Mahar Prastowo


Tidak ada komentar