LUGAS | Taliabu - Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Pulau Taliabu Maluku Utara, Alfred Tasik Palulungan, S.H., M.H angkat bicara soal pemberitaan miring dalam beberapa waktu terakhir tentang keberadaan Kejari Pulau Taliabu yang pinjam pakai kantor dari Pemda Kabupaten Pulau Taliabu.
Status pinjam pakai di pemda ini disorot pihak tertentu dan dicurigai sebagai bagian dari hal yang dapat memengaruhi netralitas Kejari dalam penegakan hukum.
Atas isu tersebut Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Pulau Taliabu Alfred Tasik Palulungan mengungkapkan soal status pinjam pakai gedung kantor Kejari tidak ada hubungannya dengan penanganan kasus.
"Soal apa coba. Soal penanganan kasus itu semua ada mekanismenya, tidak semau kita!" tegas Alfred kepada LUGAS, Senin (8/11/2021).
Isu yang bergulir, justru kontraproduktif dengan cita-cita penanganan hukum dan menjadi tuduhan terhadap kejari Pulau Taliabu yang dianggap tidak profesional.
Selain itu, bisa juga membuat pihak lain menduga sedang ada upaya pelemahan perangkat hukum di Taliabu dalam hal ini Kejari Pulau Taliabu.
Sebagaimana diketahui meski umurnya baru sekitar 2 tahun namun sudah menangani berbagai masalah hukum dari mulai kasus narkoba, hingga temuan dokumen bukti tipikor di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan menyeret 12 saksi yang sebelumnya memberikan kesaksian palsu.
Baca juga:
Ambyar...! Penyidik Temukan Dokumen Kasus Korupsi Pembangunan Puskesmas Sahu-Tikong
"Orang ini maunya apa. Memangnya ada yang salah tentang Kejari Pulau Pulau Taliabu, selalu diberitakn miring seolah-olah kita ini tidak kerja," ujar Alfred dengan nada kesal.
Dikatakan Alfred, tentang keberadaan kantor yang pinjam di Pemda, bukan selamanya. Dan kalau ada sesuatu yang dirasa salah untuk klarifikasi dan konfirmasi terlebih dahulu sehingga tidak membuat isu yang membuat keresahan masyarakat dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Dikatakan Alfred, wartawan dan media adalah mitra kerja Kejari, yang mana media bisa menjadi penyampai aspirasi dari masyarakat dan sebaliknya bisa menjadi alat publikasi programlembaga-lembaga pemerintahan.
"Namun wartawan kalau menulis berita jangan asal tulis, tulislah sesuai dasar dan fakta, jangan hanya mau-maunya," kritik Alfred kepada insan pers yang kerap masih ditemui melakukan pemberitaan kurang memperhatikan kaidah jurnalistik.
"Kalau ada temuan masalah, silahkan klarifikasi, termasuk tentang pinjam pakai kantor Kejari, itu ada mekanismenya," ucapnya.
Lanjut Alfred, "kalau toh ada saran, ide, gagasan silahkan datang ke kantor, kita bicarakan baik-baik semua demi berkepentingan keamajuan Kabupaten Pulau Taliaabu ini."
Kejaksaan Negeri Taliabu dibentuk berdasarkan keppres No. 23 Tahun 2019
dan mulai aktif sejak pelantikan Kepala Kejaksaan Negeri Pulau Taliabu
yang pertama yaitu Dr. Agustinus Herimulyanto, S.H.,M. H. Li., per 23
januari 2020. Daerah hukum Kejaksaan Negeri Pulau Taliabu meliputi
wilayah Kabupaten Pulau Taliabu dan berkedudukan di Bobong.
Hingga hari ini kantor operasional Kejaksaan Negeri Kabupaten Pulau Taliabu masih menumpang di pemda sambil menunggu memiliki gedung sendiri. Tak hanya Kejaksaan Negeri yang belum punya gedung sendiri, Pengadilan Negeri Bobong pun masih menumpang. Begitu juga dengan kantor pemerintahan di lingkungan Pemda Pulau Taliabu kebanyakan masih dalam status sewa atau mengontrak.
Tentang Hibah kepada Lembaga Pemerintah
Lembaga pemerintah dapat menerima hibah dalam rangka pembangunan fasilitas guna meningkatkan kinerja. Namun demikian ada kemungkinan pihak-pihak yang akan memberikan hibah gamang atau ragu, khawatir mendapat sorotan negatif ketika akan memberikan hibah.
Dibawah ini adalah ketentuan diperbolehkannya hibah kepada lembaga pemerintahan.
Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah
kepada pemerintah pusat atau pemerintah daerah lain, Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Badan, Lembaga dan Organisasi
Kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah
ditetapkan peruntukannya bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta
tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang
penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. (Pasal 1 Angka 14 Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah).
Hibah ini dapat berupa uang, barang, atau jasa. Hal ini sesuai
dengan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2018
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32
Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disebutkan bahwa Pemerintah daerah dapat memberikan hibah kepada Pemerintah Pusat; Pemerintah Daerah lain; Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milih Daerah; dan/atau Badan, Lembaga, dan organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia.
Selain itu, hibah dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.
Diterangkan juga bahwa pemberian hibah ditujukan untuk menunjang pencapaian sasaran program
dan kegiatan pemerintah daerah dengan memperhatikan asas keadilan,
kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.
Pemberian hibah juga harus memenuhi kriteria paling sedikit: Peruntukannya secara spesifik telah ditetapkan; bersifat tidak wajib, tidak mengikat, dan; tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali kepada pemerintah pusat dalam rangka mendukung penyelenggaraan
pemerintahan daerah untuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan/atau ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan; memberikan nilai manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung
terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan; memenuhi persyaratan penerima hibah.
Dengan melihat ketentuan diatas, DPRD dapat membahas masalah hibah misalnya dalam bentuk lahan dan pendanaan pembangunan kantor lembaga pemerintahan guna meningkatkan kinerja lembaga-lembaga pemerintahan.
Dalam ketentuan masalah hibah yang ditujukan kepada Pemerintah Pusat, bisa diberikan kepada satuan kerja dan
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian yang wilayah kerjanya
berada dalam daerah yang bersangkutan. Hal ini sesuai dengan Pasal 6
ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 123 Tahun 2018 tentang
Perubahan Keempat atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun
2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dan sesuai dengan Pasal 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun
2016, Pemerintah Pusat, pemerintah daerah lain, Badan Usaha Milik Negara
atau Badan Usaha Milik Daerah, badan dan lembaga, serta organisasi
kemasyarakatan dapat menyampaikan usulan hibah secara tertulis kepada
Kepala Daerah. Usulan tersebut akan dievaluasi oleh SKPD terkait yang
telah ditunjuk Kepala Daerah, selanjutnya Kepala SKPD terkait akan
menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada Kepala Daerah
melaui TAPD.
Selanjutnya pemberian hibah ini akan dituangkan dalam NPHD
yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan penerima hibah.
(Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011
tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 123 Tahun
2018.
NPHD ini paling sedikit memuat ketentuan mengenai: Pemberi dan penerima hibah; Tujuan pemberian hibah; Besaran/rincian penggunaan hibah yang akan diterima; Hak dan kewajiban; Tata cara penyaluran/penyerahan hibah; dan Tata cara pelaporan hibah.
Penerima Hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah
kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan SKPD terkait. (Pasal
16 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011.
Pertanggungjawaban penerima hibah meliputi: Laporan penggunaan hibah; Surat pernyataan tanggung jawab yang menyatakan bahwa hibah yang diterima telah digunakan sesuai NPHD; dan Bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah sesuai peraturan
perundang-undangan bagi penerima hibah berupa uang atau salinan bukti
serah terima barang/jasa bagi penerima hibah berupa barang/jasa.
Dengan merujuk pada peraturan diatas, tidak perlu ragu lagi bagi pihak-pihak terkait yang dapat membahas, mengusulkan, dan memberikan atau menyalurkan hibah untuk pembangunan fasilitas perkantoran bagi penyelenggara pemerintahan di daerah seperti di kabupaten Pulau Taliabu, termasuk hibah untuk pembangunan gedung kantor kejaksaan negeri dan lainya.
Catatan:
NPHD adalah Naskah Perjanjian Hibah Daerah, yaitu naskah perjanjian
hibah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah antara
pemerintah daerah dengan penerima hibah.
Buka Pasal 13 ayat (2) Pasal 19 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011.
Laporan LUGAS Taliabu
Editor: Mahar Prastowo
Tidak ada komentar