Ketua Umum DPP GPSH H. M. Ismail, SH, MH (Kiri) bergambar bersama Advokat Drs. Antoni Amir, S.H., yang juga mantan Anggota Komisi III DPR RI (kanan). |
LUGAS | Jakarta - Presiden RI dan Menteri luhut didesak Gerakan Pengawal Supremasi Hukum (DPP GPSH) segera turun tangan menjawab keresahan masyarakat Desa Pangkupadi, Desa Kuning dan Desa Baru Kalimantan Utara.
Keresahan timbul terkait semakin luasnya tanah milik sah masyarakat pemilik sertifikat SHM maupun pemilik surat sah jenis lainnya yang dirusak bahkan dirampas tanahnya oleh perusahaan swasta sehubungan rencana Pembangunan Kawasan Industri Pelabuhan Internasional (KIPI) di wilayah pesisir Kabupaten Bulungan, Kaltara.
Keprihatinan itu disampaikan Ketua Umum
H.M Ismail menjadi salah satu Penasehat Hukum TIM KHP Jakarta yang ditunjuk ribuan warga Kaltara yang sedang sedang memperjuangkan haknya.
Menurut Ismail lahan yang dimasuki swasta tersebut tanpa ijin dan melakukan perusakan terjadi sejak tanggal 4 Oktober 2022.
"Hingga saat ini belum ada yang dibayar. Diduga orang orang suruhan perusahaan swasta dan oknum-oknum keamanan membawa-bawa nama Presiden RI Joko Widodo dan Menteri Luhut menekan dan mengintimidasi warga agar segera menjual lahan mereka yang terdampak dengan harga disekitaran 5% dari nilai NJOP," terang Ismail.
Lanjut Ismail, “ini perbuatan biadab, edan dan arogan. Oleh karena itu dengan segala hormat kami mendesak Yang Mulia Bapak Presiden RI, Menteri Luhut dan Kapolri segera turun tangan melindungi warga tiga desa terdampak proyek KIPI. Kami khawatir jika permintaan mereka tidak diperhatikan akan terjadi kemarahan dan keributan Rasis seperti yang terjadi di desa Wadas, Purworedjo, Jateng atau di Mesuji, Lampung.”
Seperti diketahui bahwa Presiden Jokowi Desember 2021 lalu telah melakukan peresmian dimulainya pembangunan Kawasan Industri dan Pelabuhan Internasional (KIPI) kalimantan Utara. Proyek itu akan membebaskan sekitar 21.000 (Dua Puluh Satu Ribu) Hektar tanah masyarakat terdampak. Anehnya untuk menghadapi proyek ini Bupati Bulungan Kaltara menurunkan harga NJOP dari Rp90.000,- an ke Rp60.000,.an dan akhirnya turun dipatok seharga Rp5.000,- an per meter persegi.
"Warga Kaltara sangat mendukung proyek KIPI ini tapi ulah oknum-oknum keamanan dan oknum pejabat Pemda yang rakus membuat seolah olah warga tidak mendukung," pungkas Ismail.
Tidak ada komentar