Saya Krisnaning. Seorang guru honorer PAUD/TK di sebuah dusun kecil, di Kecamatan Secang, Kabupaten Magelang. Saya bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang percaya bahwa membaca bisa mengubah hidup. Itulah yang membuat saya memulai Pojok Baca Lumbung Kawruh.

Awalnya, hanya ada beberapa buku di sudut rumah saya. Saya mengajak anak-anak sekitar untuk membaca, mendongeng, dan berbagi cerita. Tidak mudah. Anak-anak lebih tertarik dengan ponsel orang tua mereka daripada buku. Para ibu sibuk dengan urusan rumah tangga. Para bapak mungkin belum terbiasa membaca buku selain koran. 

Tapi saya terus berjalan.  Mengajak anak-anak datang. Saya mendongeng di sore hari, membuat lomba membaca kecil-kecilan. Perlahan, mereka mulai tertarik. Buku mulai menjadi teman mereka.





Dukungan yang Tak Terduga

Saya tidak pernah berpikir bahwa inisiatif kecil ini akan mendapat perhatian dari banyak pihak. Hingga suatu hari, Kepala Desa Donomulyo, Pak Bramantyo Heru Wahyudi, datang dan melihat sendiri kegiatan kami. Ia tersenyum.

"Bu Kris, ini luar biasa. Saya ingin desa kita punya budaya membaca yang kuat," katanya.

Tak lama kemudian, dalam Evaluasi 10 Program Pokok PKK Desa Donomulyo, Pojok Baca Lumbung Kawruh disebut sebagai salah satu program unggulan. Di depan Camat Secang, Supomo, S.H., dan tim penilai dari kabupaten, nama Pojok Baca disebut. 

"Ini langkah konkret dalam menciptakan masyarakat yang cerdas. Saya berharap inisiatif ini bisa berkembang dan menjadi contoh," kata Pak Camat. 

Saya terharu. Apalagi setelah mendengar pemerintah desa berkomitmen untuk mendukung pojok baca ini dengan tambahan buku dan fasilitas. Kami yang awalnya bergerak sendiri, kini merasa tak sendiri lagi.



Gerakan Ini Harus Berlanjut

Pojok Baca Lumbung Kawruh bukan hanya soal buku. Ini soal perubahan kebiasaan. Soal bagaimana anak-anak mulai tertarik membaca. Soal bagaimana para ibu kini punya buku parenting untuk dibaca. Soal bagaimana para bapak mulai tertarik dengan buku pertanian dan wirausaha. 

Tantangannya masih banyak. Minat baca belum setinggi yang saya harapkan. Buku-buku yang kami miliki masih terbatas. Teknologi dan hiburan digital terus mengalihkan perhatian anak-anak. 

Tapi saya percaya, selama ada yang mau membaca, selama ada yang mau mendengarkan cerita, selama ada yang mau berbagi ilmu, gerakan ini akan terus hidup. Saya hanya seorang guru honorer, tapi saya tahu: perubahan besar bisa dimulai dari sudut kecil. 

Dan sudut kecil itu kini bernama Pojok Baca Lumbung Kawruh.