LUGAS | Editorial - Insiden penghapusan artikel jurnalistik oleh Radio Republik Indonesia (RRI) yang memuat laporan dari wilayah Zaporozhye, Rusia, bukanlah sekadar masalah redaksional. Ini adalah ujian serius bagi integritas media publik, serta tantangan terhadap etika dan independensi pers nasional.

Artikel yang ditulis oleh jurnalis RRI, berdasarkan liputan langsung di lapangan, semestinya menjadi bagian dari upaya pencerdasan publik. Laporan itu, terlepas dari posisi geopolitik yang kontroversial, mengangkat perspektif lapangan yang jarang ditemukan dalam lanskap pemberitaan global. Ketika tulisan itu dihapus tanpa alasan yang jelas, ruang publik kehilangan satu lagi potongan penting dalam mozaik informasi.

Lebih dari itu, tindakan penghapusan tanpa penjelasan menimbulkan pertanyaan: siapa yang berhak menentukan apa yang layak diketahui publik? Jika keputusan editorial bisa dipengaruhi oleh tekanan dari pihak asing, maka hal itu merupakan bentuk pengingkaran terhadap prinsip-prinsip dasar kebebasan pers sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Kita patut mengingat, media publik seperti RRI tidak berdiri atas kepentingan politik luar negeri manapun. Ia didirikan dan dibiayai oleh rakyat Indonesia, dan karena itu seharusnya hanya tunduk kepada kepentingan publik. Transparansi, keberimbangan, dan akuntabilitas seharusnya menjadi prinsip utama dalam setiap pengambilan keputusan redaksional.

Penghapusan artikel tanpa klarifikasi publik menandakan lemahnya mekanisme pertanggungjawaban internal lembaga penyiaran negara. Lebih jauh, ini membuka ruang spekulasi mengenai potensi praktik jurnalisme transaksional—suatu bentuk penyimpangan etika yang menodai martabat profesi.

Kami percaya bahwa pers yang sehat bukanlah pers yang steril dari kontroversi, melainkan pers yang mampu membuka ruang dialog, perbedaan pandangan, dan pengujian terhadap kebenaran. Demokrasi tumbuh justru melalui keberanian media menyuarakan hal-hal yang tidak populer, tanpa takut atau tunduk pada tekanan.

Dalam konteks ini, kami menilai penting bagi RRI untuk menyampaikan klarifikasi terbuka kepada publik. Bukan untuk sekadar menenangkan kritik, tetapi untuk memulihkan kepercayaan. Demikian pula Dewan Pers, sebagai institusi penjamin kemerdekaan pers, perlu turun tangan untuk memastikan bahwa standar etik dan prinsip independensi tidak dilanggar.

Kasus Zaporozhye bisa menjadi preseden buruk bila dibiarkan. Lebih dari sekadar persoalan satu berita, ini tentang bagaimana kita menjaga ruang publik dari dominasi narasi tunggal dan intervensi kekuasaan. Demokrasi tidak hanya membutuhkan pemilu yang jujur, tapi juga media yang merdeka.

***

Kita, sebagai bangsa, tak boleh membiarkan media publik kehilangan arah. Sebab ketika kebenaran mulai dipilih-pilih, dan suara independen dibungkam pelan-pelan, maka yang kita wariskan bukanlah keterbukaan, melainkan ketakutan.


mp