Oleh Tim LUGAS – Pulau Taliabu
Sabtu, 31 Mei 2025
Tiga remaja laki-laki, masing-masing berusia 15 hingga 16 tahun, diamankan Kepolisian Resor Pulau Taliabu atas dugaan pencurian beruntun di Bobong, ibu kota kabupaten. Mereka adalah S (16), R (15), dan K (15), yang diduga terlibat dalam serangkaian aksi pencurian di sedikitnya 10 lokasi berbeda, termasuk pencurian barang-barang berharga, uang tunai, hingga hewan ternak milik warga.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pulau Taliabu, Iptu Achmad M, mengungkapkan bahwa kasus ini masih dalam tahap interogasi dan pengembangan. “Rencananya kami akan merilis hasil penyidikan awal pekan depan,” kata Achmad, Sabtu (31/5/2025).
Namun yang menarik bukan hanya tindak pidana yang mereka lakukan, melainkan usia mereka: anak-anak.
Antara Proses Hukum dan Kesehatan Sosial Anak
Hukum pidana anak di Indonesia memberikan ruang penyelesaian berbeda, yaitu diversi—proses penyelesaian perkara di luar sistem peradilan pidana, demi kepentingan terbaik anak. Hal itu diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Kalau dalam proses penyidikan korban memaafkan, bisa saja kita lakukan diversi,” ujar Achmad. “Tapi kalau korban ingin tetap memproses, tentu kita ikuti jalur hukum yang berlaku.”
Namun, di balik proses hukum itu, ada pertanyaan mendesak: apa yang membuat anak-anak ini memilih mencuri?
Para psikolog forensik sepakat bahwa keterlibatan anak dalam tindak kriminal sering kali berakar dari kombinasi faktor lingkungan, kemiskinan struktural, dan disfungsi keluarga. Tindakan kriminal anak bukan hanya soal hukum, tapi juga jeritan sosial yang tak terdengar.
Data Anak dan Kejahatan
Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan bahwa pada 2024 terdapat 5.287 kasus anak sebagai pelaku kejahatan yang ditangani aparat penegak hukum di seluruh Indonesia. Sekitar 67 persen di antaranya adalah kasus pencurian, dan sebagian besar terjadi di wilayah dengan indeks pembangunan rendah.
Anak sebagai Pelaku Kejahatan 2024
Total kasus: 5.287
Jenis tindak pidana:
- Pencurian: 67%
- Penganiayaan: 18%
- Narkoba: 9%
- Lainnya: 6%
Wilayah dengan kasus tertinggi: NTT, Sulawesi Tengah, Maluku Utara
Taliabu sendiri termasuk daerah dengan tingkat kemiskinan 23,2% (BPS 2023), lebih tinggi dari rata-rata nasional. Akses terhadap pendidikan menengah pun terbatas, dengan angka partisipasi sekolah hanya 72% untuk usia 16–18 tahun.
Mengapa Mereka Melakukannya?
Dalam kasus-kasus anak pelaku kriminal, motivasi sering kali bukan sekadar keuntungan. “Kita temukan motif bukan semata mencari uang, tapi karena tekanan kelompok sebaya, atau sekadar coba-coba,” kata Achmad. Ia menyebutkan bahwa penyidik juga sedang menggali kemungkinan ada aktor dewasa yang mempengaruhi atau mengeksploitasi anak-anak ini.
Ruang Pulih untuk Anak
Kemungkinan diversi yang dipertimbangkan kepolisian diatas, bisa jadi pilihan, mengingat pentingnya rehabilitasi dan pendekatan restoratif dalam penanganan anak di bawah umur. Bukan saatnya bertanya siapa yang salah. Tapi juga: siapa yang menjaga anak-anak ini sebelum mereka mencuri? Polisi, dinas sosial, hingga tokoh masyarakat seharusnya bisa bersinergi untuk membangun mekanisme perlindungan dan pencegahan jangka panjang.
Karena dalam setiap anak yang bersalah, terselip juga kemungkinan untuk berubah.
[L]
Tidak ada komentar