LUGAS | TALIABU — Kepolisian Resor Pulau Taliabu, Maluku Utara, menetapkan dua dari enam anak yang terlibat dalam serangkaian pencurian di wilayah Bobong sebagai tersangka dan melanjutkan proses hukum. Sementara empat anak lainnya dikembalikan kepada orang tua masing-masing karena nilai kerugian tergolong ringan dan tidak ada laporan dari pihak korban.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pulau Taliabu, Iptu Achmad M, menjelaskan, dari hasil penyelidikan, keenam anak itu terlibat dalam berbagai aksi pencurian di sekitar permukiman warga. Aksi mereka terbagi dua kategori: ringan dan berat.
“Empat orang yang kami pulangkan karena tidak ada laporan korban dan pencurian tergolong ringan, rata-rata hanya ayam ternak,” ujarnya, Senin (3/6/2025). Empat anak yang dipulangkan berinisial M R, M A, R, dan K M.
Namun, dua remaja lainnya berinisial S dan D tetap diproses hukum karena pencurian melibatkan kerugian signifikan. “Mereka mengambil uang jutaan rupiah dan handphone. Sudah ada laporan resmi dari korban dan unsur pidananya terpenuhi,” jelas Achmad.
Anak dan Jerat Pidana
Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), anak yang berhadapan dengan hukum bisa mendapatkan proses diversi (penyelesaian di luar pengadilan), kecuali jika:
- Tindak pidana berat atau
- Kerugian di atas Rp2,5 juta dan
- Ada laporan resmi dari korban
- Total anak berhadapan dengan hukum: 19 kasus
- Mayoritas: pencurian (73%), perkelahian (15%), lainnya (12%)
- Rata-rata usia: 14–16 tahun
- 95% berasal dari keluarga pra-sejahtera
Jerat Hukum bagi Anak
Berdasarkan KUHP dan UU SPPA, berikut dasar hukum bagi dua anak yang diproses.
Pasal 362 KUHP: Barang siapa mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam pidana penjara paling lama 5 tahun.
Pasal 69 UU SPPA: Diversi tidak berlaku jika ancaman pidana lebih dari 7 tahun dan bukan pidana alternatif.
Pasal 76C UU Perlindungan Anak: Anak tidak boleh dieksploitasi untuk melakukan tindak pidana.
Pasal 362 KUHP: Barang siapa mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk memiliki secara melawan hukum, diancam pidana penjara paling lama 5 tahun.
Pasal 69 UU SPPA: Diversi tidak berlaku jika ancaman pidana lebih dari 7 tahun dan bukan pidana alternatif.
Pasal 76C UU Perlindungan Anak: Anak tidak boleh dieksploitasi untuk melakukan tindak pidana.
Sikap Redaksi: Jangan Sampai Penjara Jadi Sekolah Kriminal
Kita percaya bahwa setiap anak, betapa pun kelam masa lalunya, tidak lahir untuk menjadi kriminal. Mereka tumbuh dalam lingkungan yang membentuk, mendidik, atau justru abai terhadap masa depan mereka.
Peringatan dari Psikolog Anak dan Remaja dalam seminar-seminar dan buku-buku, patut menjadi renungan bersama. Tanpa pendampingan psikologis, dukungan lingkungan, dan akses pendidikan yang layak, sistem pemasyarakatan bisa berubah menjadi sekolah kriminal bagi anak-anak.
Banyak kasus pencurian yang melibatkan anak terjadi bukan semata karena niat jahat, melainkan karena kemiskinan struktural, pola asuh yang permisif, dan tekanan sosial yang tak tertanggungkan. Anak-anak yang hari ini masuk ruang tahanan, mungkin kemarin tak tahu ke mana harus meminta makan.
Karena itu, sistem hukum pidana anak tidak boleh bertumpu pada penghukuman semata. Restorasi sosial, rehabilitasi psikologis, dan tanggung jawab kolektif masyarakat harus menjadi inti dari penanganan kasus serupa.
Kita harus berdiri pada prinsip bahwa negara tidak hanya berkewajiban menegakkan hukum, tetapi juga mengembalikan masa depan anak-anak yang tersesat ke jalan yang benar. Kita tidak boleh gagal dua kali: membiarkan mereka mencuri, lalu memenjarakan mereka tanpa jalan pulang.
Mereka Tak Dilahirkan untuk Mencuri
Dalam pernyataan terakhirnya, Iptu Achmad juga menekankan bahwa pihaknya tetap membuka peluang diversi untuk dua anak yang diproses, jika pihak korban bersedia memaafkan. “Hukum berjalan, tapi kami juga lihat sisi anak. Kita tidak ingin menghancurkan masa depan mereka,” ujarnya.
Karena itu, pemerintah daerah, sekolah, tokoh agama, dan keluarga perlu bergerak bersama. Bukan sekadar membasmi kejahatan anak, tapi menciptakan lingkungan di mana anak-anak tidak perlu mencuri untuk bertahan hidup.
Catatan Redaksi
Setiap anak yang terlibat kejahatan sesungguhnya sedang meminta perhatian dunia yang abai. Apakah sistem kita hanya tahu menghukum, atau sanggup memperbaiki? Itu ujian kita, bukan hanya mereka.
1 komentar