LUGAS | TALIABU — Ada yang berbeda dalam peringatan Hari Bhayangkara ke-79 di Polres Pulau Taliabu, Maluku Utara, Sabtu pagi (28/6/2025). Lapangan olahraga tempat digelarnya kegiatan bersama Forkopimda, OPD Kabupaten, dan jajaran Polres itu tiba-tiba berubah menjadi ruang silaturahmi lintas budaya. Bukan semata soal keringat dan gerakan senam, tapi tentang rasa dan asal-usul. Sebab, hadir di sana tamu yang tak biasa: Paguyuban Sedulur Jawa Taliabu—disingkat SeJaTi.
SeJaTi bukan organisasi besar. Ia tak punya kursi dalam struktur pemerintahan, juga tak banyak muncul dalam kegiatan resmi daerah. Tapi hari itu, komunitas warga Jawa yang merantau di Taliabu menjadi pusat perhatian. Undangan mereka menimbulkan tanda tanya sekaligus apresiasi. Kenapa sebuah paguyuban etnis diundang dalam kegiatan yang biasanya bersifat seremonial dan institusional?
Jawabannya datang dari orang nomor satu di Polres Pulau Taliabu. Kapolres AKBP Adnan Wahyu Kasogi, S.I.K., M.H., dalam sambutannya menjelaskan, undangan terhadap SeJaTi bukan sekadar basa-basi. Ia pribadi merasa terhubung secara emosional dengan paguyuban itu.
“Sebagai sesama perantau dari tanah Jawa, saya merasa bangga, terhormat, dan senang atas kehadiran Paguyuban SeJaTi. Ini bukan sekadar ajang olahraga, tapi momentum untuk memperkuat silaturahmi dan persaudaraan,” ujar Adnan, yang sejak awal kepemimpinannya dikenal egaliter dan dekat dengan komunitas warga.
Dalam pidato yang bernuansa personal dan filosofis itu, Adnan mengutip nilai-nilai Jawa seperti unggah-ungguh, tepo seliro, lan andhap asor. Nilai yang menurutnya menjadi pondasi etika hidup di tanah rantau. Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga keharmonisan yang telah terbangun, jangan sampai rusak karena hoaks atau salah paham yang tak dikomunikasikan dengan baik.
“Sebagaimana filosofi Jawa: Dadi wong Jowo yo kudu njawani. Tetaplah menjunjung budaya gotong royong, saling membantu, dalam suka maupun duka,” katanya.
Tak hanya itu, Adnan juga menekankan pentingnya peran paguyuban dalam menjaga kebersamaan, apalagi dalam suasana sosial yang plural seperti di Taliabu. Ia berharap SeJaTi terus menjadi ruang teduh bagi warganya, menjadi simpul kebersamaan antarperantau, sekaligus bagian dari masyarakat Taliabu yang lebih luas.
Kehadiran SeJaTi dalam kegiatan Bhayangkara juga menandai arah baru keterlibatan komunitas dalam kegiatan Polri: lebih terbuka, inklusif, dan partisipatif. Tidak melulu soal keamanan dan penegakan hukum, tapi juga bagaimana merawat relasi sosial dan menumbuhkan rasa memiliki bersama terhadap tanah yang kini jadi tempat berpijak.
Kegiatan ditutup dengan foto bersama, tawa ringan, dan semangat yang kian erat. Di lapangan itu, tidak ada sekat antara seragam coklat, ASN, dan warga perantau. Yang ada hanya tubuh yang bergerak serempak, mengayun dalam irama senam pagi, dan hati yang saling menguatkan: bahwa menjadi Indonesia adalah terus merajut kebersamaan dari berbagai asal-usul.
Laporan Sumpono | Editor: Mahar Prastowo
Tidak ada komentar