LUGAS | Bitung, Sabtu 27 Desember 2025 - Publik patut terkejut sekaligus prihatin. Informasi bahwa DAK Tahap III (100%) telah dicairkan pada 26 Desember dan masuk ke Kas Daerah, sementara pekerjaan fisik di lapangan bahkan belum mencapai separuh, menimbulkan pertanyaan serius tentang tata kelola dan kejujuran pelaporan.
Secara normatif, pencairan DAK Tahap III mensyaratkan progres fisik yang hampir selesai, disertai laporan realisasi yang diverifikasi. Jika fakta di lapangan menunjukkan pekerjaan masih jauh dari target, maka muncul pertanyaan mendasar:
laporan apa yang disampaikan ke pemerintah pusat hingga dana bisa dicairkan penuh?
Situasi ini mengindikasikan kemungkinan adanya:
pelaporan progres yang tidak sesuai kondisi riil,
pembiaran oleh pihak-pihak yang seharusnya melakukan pengawasan,
atau lemahnya sistem verifikasi yang membuka ruang penyalahgunaan.
Masuknya dana ke Kas Daerah bukan berarti persoalan selesai. Tanggung jawab hukum tetap melekat pada para pengambil keputusan dan pelaksana kegiatan. Jika kemudian terbukti terdapat unsur kesengajaan, rekayasa laporan, atau pemanfaatan kewenangan secara tidak sah, maka unsur mens rea dan fraud tidak dapat dikesampingkan.
Yang lebih mengkhawatirkan, jika DAK yang mekanismenya ketat saja bisa bermasalah, publik wajar bertanya:
bagaimana dengan pengelolaan dana lain yang pengawasannya lebih longgar, seperti DAU?
Pada akhirnya, transparansi dan akuntabilitas adalah keharusan, bukan pilihan. Aparat pengawas internal, BPK, hingga penegak hukum memiliki peran penting untuk memastikan bahwa dana publik benar-benar digunakan sesuai peruntukannya.
Kepercayaan publik tidak runtuh karena kritik, tetapi karena pembiaran.

Tidak ada komentar